Bisnis.com, JAKARTA — Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menegaskan target efisiensi anggaran kompensasi dan subsidi energi sebesar Rp67,1 triliun dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tahun berikutnya bakal dilakukan secara bertahap.
Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Wahyu Utomo mengatakan kementeriannya bakal tetap mempertimbangkan daya beli masyarakat dan kondisi perekonomian dalam menerapkan penyesuaian kembali penyaluran subsidi dan kompensasi energi di tengah masyarakat.
“Reformasi subsidi dilakukan secara bertahap dengan tetap mempertimbangkan daya beli masyarakat, kondisi perekonomian dan momentum yang tepat,” kata Wahyu kepada Bisnis, Senin (27/5/2024).
Wahyu mengatakan tantangan subsidi saat ini adalah belum tepatnya sasaran penerima yang menyebabkan beban kompensasi dan subsidi terus meningkat dari tahun ke tahun.
“Sehingga perlu didorong lebih tepat sasaran sehingga lebih berkeadilan dan efektif memberi manfaat bagi masyarakat,” tuturnya.
Seperti diketahui, badan fiskal menargetkan keseluruhan simulasi reformasi subsidi dan kompensasi energi pada APBN mendatang dapat menghasilkan efisiensi anggaran sebesar Rp67,1 triliun per tahun.
Baca Juga
Reformasi subsidi itu dilakukan di antaranya lewat kenaikan kembali tarif listrik bagi pelanggan rumah tangga kaya golongan 3.500 volt ampere (VA) ke atas (R2 dan R3) serta golongan pemerintah (P1, P2, P3).
Rencana itu disampaikan otoritas fiskal yang tertuang dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025, yang bakal menjadi dasar belanja pemerintahan baru, Prabowo Subianto.
Otoritas fiskal melanjutkan penyesuaian kembali tarif listrik untuk pelanggan rumah tangga kaya dan golongan pemerintah itu relatif mudah untuk diimplementasikan dalam jangka pendek.
Pada asumsi 2022 lalu, kenaikan tarif golongan itu hanya meringankan beban kompensasi yang ditanggung PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN sebesar Rp3,1 triliun atau 4,7% dari keseluruhan beban kompensasi yang dialokasikan saat itu.
Adapun, pelanggan golongan rumah tangga kaya dan pemerintah itu hanya sekitar 2,5 juta atau 3% dari total pelanggan PLN. Sementara itu, hitung-hitungan inflasi relatif tidak signifikan di level 0,019% saat kebijakan penyesuaian tarif 2022 lalu diterapkan.
Selain reformasi kompensasi dan subsidi di bidang kelistrikan, pemerintah juga menyasar pada kategori konsumen untuk komoditas liquefied petroleum gas (LPG) 3 kilogram (kg) dan bahan bakar minyak (BBM) Pertalite sekaligus Solar.
Pemerintah menargetkan pengendalian penerima subisidi LPG 3 Kg dapat mengurangi konsumsi tabung gas melon itu sebesar 1 juta ton per tahun.
Selanjutnya, pengetatan penerima subisidi Pertalite dan Solar ditargetkan dapat memangkas volume konsumsi bahan bakar minyak itu sebesar 17,8 juta KL per tahun.
Seperti diberitakan sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan mengatakan, perseroan masih menunggu arahan dari pemerintah ihwal target pemangkasan volume konsumsi Pertalite dan Solar subsidi sebesar 17,8 juta kiloliter per tahun.
“Belum pernah ada diskusi dan juga penetapan terkait itu, masih dalam kajian,” kata Riva di Jakarta, Senin (27/5/2024).
Riva mengatakan, perseroannya masih menantikan arahan lebih lanjut ihwal rencana pengendalian konsumsi Pertalite dan Solar tersebut di tengah masyarakat.