Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Elektrifikasi Transportasi Umum, ITDP Proyeksi RI Butuh Rp40 Triliun

Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) memperkirakan RI membutuhkan investasi hingga Rp40 triliun untuk elektrifikasi transportasi umum.
Ilustrasi bus listrik. /BYD
Ilustrasi bus listrik. /BYD

Bisnis.com, JAKARTA - Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) merekomendasikan 11 kota di Indonesia untuk dilakukan percepatan elektrifikasi angkutan umum bus di perkotaan.

Kebutuhan investasi untuk pengembangan elektrifikasi angkutan massal tersebut diproyeksi akan membutuhkan dana lebih dari Rp40 triliun hingga 2030.

Direktur Asia Tenggara ITDP Gonggomtua Sitanggang mengatakan program percepatan akselerasi tersebut perlu dilakukan seiring dengan target 90% elektrifikasi armada transportasi publik perkotaan pada 2030 yang dicanangkan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

Dalam laporan bertajuk Peta Jalan dan Program Insentif Nasional untuk Elektrifikasi Transportasi Publik Perkotaan Berbasis Jalan, ITDP menyebut 11 kota tersebut dinilai siap untuk mulai mengelektrifikasi layanan transportasi publiknya.

Kota-kota tersebut adalah Jakarta, Semarang, Pekanbaru, Batam, Padang, Medan, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Bogor, dan Denpasar. Beberapa kriteria kesiapan yang menjadi indikator ITDP, diantaranya adalah keberadaan transportasi publik, dukungan fiskal dari pemda, target elektrifikasi transportasi umum dari pemda, keberadaan operator transportasi publik, dan lainnya.

Dia menyebut, untuk mencapai target elektrifikasi 90% elektrifikasi armada transportasi publik perkotaan pada 2030 yang dicanangkan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub), kota-kota tersebut memerlukan sebanyak total 6.600 unit bus listrik serta 2.300 unit fasilitas pengisian daya.

"Kebutuhan dana untuk mencapai target tersebut mencapai Rp40 triliun sampai 2030," kata Gonggomtua di Jakarta, Selasa (21/5/2024).

Gonggomtua melanjutkan, target bus listrik yang perlu diimplementasikan di 11 kota prioritas tersebut tinggi dibandingkan dengan jumlah bus yang saat ini beroperasi di kota-kota tersebut. Dia menuturkan, total keseluruhan armada bus listrik pada 11 kota prioritas tersebut adalah sekitar 3.000 unit.

Dia melanjutkan, adopsi 6.600 unit bus listrik dimulai dengan elektrifikasi 633 unit bus kota pada tahun 2024 - 2025. Volume pengadaan bus listrik terbesar dalam setahun diproyeksi terjadi pada 2030, yakni sekitar 1.400. Jumlah tersebut ekuivalen dengan kebutuhan biaya investasi sebesar Rp9,1 triliun per tahun.

Sementara itu, pada skenario yang lebih optimis dan ambisius yang disusun berdasarkan target elektrifikasi Kementerian Perhubungan. Pada 2024 - 2025, dibutuhkan penambahan bus listrik sebkitar 3.000 unit untuk mencapai adopsi 45.000 bus listrik di 42 kota hingga 2030.

Perlu Insentif

Mengingat tingginya kebutuhan biaya investasi, ITDP Indonesia mendorong pemerintah untuk menyediakan insentif. Salah satu bentuk insentif yang menjadi rekomendasi ITDP adalah potongan harga pembelian bus listrik.

Menurutnya, insentif ini dapat memicu peningkatan adopsi bus listrik, utamanya di tahap awal implementasi. Gonggomtua mengatakan, kebutuhan investasi awal untuk bus listrik memang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan bus berbahan bakar diesel.

Namun, dia menyebut biaya yang akan dikeluarkan oleh operator atau pemerintah daerah untuk perawatan ke depannya akan lebih rendah dibandingkan bus konvensional.

"Hal ini juga merupakan wujud keberpihakan pemerintah dalam mempercepat program elektrifikasi tidak hanya untuk kendaraan pribadi, namun juga untuk armada transportasi publik," katanya.

Selain itu, ITDP juga merekomendasikan adanya program monitoring dan evaluasi berkala terhadap insentif ini. Dia menuturkan, perlu Ada koordinasi antara Kementerian Perhubungan dan Kementerian Perindustrian untuk memastikan program insentif yang tepat sasaran.

Selain  insentif fiskal, intervensi non-fiskal yang berimplikasi ke fiskal juga perlu diimplementasikan untuk menekan tingginya biaya kapital. Dia mencontohkan, bentuk intervensi tersebut antara lain pengadaan bus listrik terkonsolidasi (bulk procurement) untuk mencapai keekonomian skala.

Kemudian, pemerintah juga dapat meningkatkan penyediaan armada bus listrik untuk transportasi publik melalui skema sewa (leasing) atau disebut bus as a service dan perpanjangan durasi kontrak tahun jamak antara pemerintah dan operator transportasi publik.

Selanjutnya, pemerintah juga perlu memberikan mandat kepada produsen kendaraan untuk berhenti memproduksi bus konvensional dan segera beralih untuk memproduksi kendaraan listrik.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper