Bisnis.com, JAKARTA - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dikabarkan banyak terjadi di beberapa perusahaan smelter timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) sebagai imbas dari terpuruknya industri timah beberapa waktu terakhir.
Menanggapi hal tersebut, Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI dan Jamsos) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Indah Anggoro Putri mengatakan bahwa mereka belum mendapatkan laporan tentang adanya PHK massal di beberapa perusahaan smelter timah di Babel.
“Sampai saat ini belum ada laporan apapun [terkait PHK massal],” kata Indah saat dihubungi Bisnis, Senin (22/4/2024).
Di sisi lain, Kepala Bidang (Kabid) Pengawasan Hubungan Industrial (HI) dan Jaminan Sosial (Jamsos) Disnaker Bangka Belitung Agus Afandi juga menyampaikan hal yang sama. Pihaknya belum menerima laporan resmi terkait PHK massal yang terjadi di industri smelter timah.
Dirinya menuturkan bahwa bisa saja laporan tersebut ada di Disnaker Kota Babel, karena di Disnaker Provinsi Babel belum tercantum laporan mengenai PHK massal di smelter timah.
“Mungkin bisa ditanya ke Disnaker kota karena wilayah kerjanya ada di kota. Sementara kami di Disnaker provinsi belum menerima laporan resminya,” ucapnya.
Baca Juga
Lebih lanjut, jika memang terjadi PHK massal di smelter timah Babel, Agus menyampaikan bahwa pihaknya memastikan karyawan yang terkena bakal mendapat haknya secara penuh.
“Jika memang ada PHK maka kami dari naker akan melihat apakah hak-hak pekerja terkait PHK sudah dipenuhi,” ucap Agus.
Sebelumnya, Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta pemerintah segera merombak tata kelola dan tata niaga timah di Babel. Hal ini menyusul adanya kabar PHK massal di beberapa perusahaan smelter timah di Babel.
Mulyanto menilai kondisi pengelolaan dan perniagaan timah di Babel saat ini sangat memprihatinkan. Satu sisi perusahaan smelter kesulitan mendapat bahan baku, di sisi lain masyarakat tidak boleh menambang timah di lahan miliknya sendiri.
“Kami ingin proses pemberian izin penambangan rakyat [IPR] dipermudah dan dipersingkat agar kegiatan penambangan timah yang selama ini dilakukan masyarakat secara turun-temurun ratusan tahun menjadi legal. Selain itu, agar pemerintah menjadi lebih mudah dalam melakukan pengawasan,” kata Mulyanto dalam keterangannya, Senin (22/4/2024).
Mulyanto mengatakan bahwa dirinya prihatin dengan pengelolaan timah yang hingga saat ini masih belum tertata dengan baik. Akibatnya, potensi pendapatan negara dan masyarakat di wilayah yang kaya dengan timah ini tidak optimal.
Mulyanto berharap menteri ESDM bisa mengoptimalkan peran serta semua pihak agar dapat memaksimalkan pengelolaan sumber daya alam ini. Pemerintah, kata Mulyanto, jangan hanya memanjakan pengusaha besar, tetapi juga harus memberi kesempatan bagi pengusaha kecil dan kelompok masyarakat.