Bisnis.com, JAKARTA- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menjamin pembatasan impor melalui beleid Permendag 3/2024 dan aturan turunannya tidak akan mengganggu iklim investasi industri nasional. Alih-alih menghambat, aturan tersebut diklaim akan mendorong investasi.
Untuk diketahui, Kemenperin mengeluarkan beberapa Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) terkait tata cara pertimbangan teknis (Pertek) untuk sejumlah industri seperti besi dan baja, kosmetik hingga obat tradisional, tekstil, alas kaki, elektronik, hingga komoditas indsutri kimia hulu.
Dalam hal ini, Pertek menjadi syarat utama untuk industri mendapatkan perizinan impor (PI) dari Kementerian Perdagangan. Namun, implementasi Pertek dikeluhkan sejumlah industri karena dinilai rumit dan mempersulit impor bahan baku/penolong.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan kebijakan tata kelola impor ini akan mendorong percepatan subtitusi impor, sekaligus menarik investor memproduksi bahan baku yang tak tersedia di dalam negeri.
"Kita lihat dari kacamata investasi itu jadi peluang bagi investor agar supaya pohon industri yang belum ada bahan baku dan penolong segera masuk dan berinvestasi di Indonesia," kata Agus kepada wartawan, Selasa (16/4/2024).
Agus menuturkan, aturan Pertek juga selaras dengan Undang-undang No. 3 Tentang Perindustrian yang menagamanahkan pemerintah untuk memastikan ketersediaan bahan baku/penolong industri.
Baca Juga
Tak hanya itu, kebijakan ini juga memastikan industri hilir untuk menggunakan produk bahan baku yang sudah ada di Indonesia. Dia menerangkan Pertek serupa dengan neraca yang menyeimbangkan supply dan demand nasional.
"Inilah fungsinya Pertek, kita di kemenperin yang memahami kemampuan dan kekekuatan itu sehingga memahami supply and demand, termasuk bahan baku dan penolong," tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) melihat potensi kerugian usaha pada industri manufaktur nasional nyaris di seluruh subsektor yang terkena dampak pembatasan impor.
Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani mengatakan pihaknya meminta evaluasi pelaksanaan dari kebijakan tersebut. Sebab, dia memperkirakan cakupan restriksi impor beleid tersebut sangat luas hingga mencapai 70% dari total HS barang yang diperdagangkan.
"Bahkan, banyak industri yang menyatakan terancam akan berhenti produksi bila tidak ada penyesuaian pelaksanaan lebih lanjut terhadap kebijakan tersebut," tuturnya.
Shinta melihat kondisi ini mengancam keberlangsungan produksi dan keberlanjutan usaha manufaktur dalam negeri, maupun perusahaan-perusahaan asing.
Untuk itu, dia berharap akan ada evaluasi kebijakan lebih lanjut untuk memudahkan dan memfasilitasi produktivitas industri dalam negeri dalam kegiatan importasi bahan baku/penolong yang dibutuhkan.
Kendala yang disoroti Shinta dalam hal ini terkait dengan perizinan dan kuota impor yang sulit diperoleh pengusaha lantaran tak kunjung mendapatkan rekomendasi impor.
"Masalahnya rekomendasi-rekomendasi ini sangat sulit diperoleh oleh perusahaan karena banyak prosedur yang berbelit dan lama prosesnya," ujarnya.