Bisnis.com, JAKARTA — Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melaporkan potensi penerimaan bagian negara yang hilang dari kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) sepanjang 2023 mencapai lebih dari US$1 miliar atau minimal sekitar Rp15,67 triliun (asumsi kurs Rp15.667 per dolar AS).
Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas Kurnia Chairi mengatakan, potensi hilangnya pendapatan negara itu masih hitung-hitungan awal dan perlu rekonsiliasi lanjutan.
Hilangnya pendapatan negara yang cukup besar itu dibarengi dengan pengembalian sejumlah kontrak volume dan gas ke perjanjian jual beli gas (PJBG) awal sebelum beleid HGBT terbit pertama kali lewat Kepmen ESDM No.89/2020.
“Kalau saya mencatat mungkin jumlahnya di 2023 ini bisa mencapai lebih dari US$1 miliar ada potensi penurunan penerimaan negara atau penyesuaian penerimaan negara,” kata Kurnia saat webinar, Rabu (28/2/2024).
Lewat beleid teranyar Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 91.K/MG.01/MEM/2023, HGBT tidak lagi dipatok US$6 per juta metrik british thermal unit (MMBtu). Sebagian industri saat ini mendapat penyusutan alokasi volume dan harga gas bisa di level tertinggi US$7 per MMBtu.
Secara berturut-turut, Kementerian ESDM telah mencatat pengurangan bagian negara dari program gas murah industri ini mencapai Rp29,39 triliun selama 2021 dan 2022. Bagian negara yang hilang itu turun rata-rata sebesar 46,81% selama dua periode program itu berjalan.
Baca Juga
Kendati demikian, Kurnia menerangkan, serapan HGBT sepanjang 2023 telah naik ke level sekitar 96%. Artinya, ada peningkatan penerima insentif gas murah itu yang cukup signifikan dibandingkan penyaluran 2021 dan 2022.
Sepanjang 2021, jumlah penyerahan harian pasokan gas bumi untuk sektor industri sebesar 87,06% dari alokasi saat itu 1.241,01 BBtud, sementara penyaluran gas pada 2022 melorot ke level 81,38% dari alokasi volume sebesar 1.253,81 BBtud.
“Ada juga faktor ketidakcukupan bagian negara atau meng-kept-whole-kan bagian kontraktor, kebijakan HGBT ini berjalan di tengah-tengah 2020-2021 sebenarnya sudah ada harga awal PJBG yang disepakati,” kata Kurnia.
Adapun, pemerintah mengurangi penerimaannya pada Wilayah Kerja (WK) Sebuku, Muara Bakau & WK Rapak, WK NSO dan WK Ketapang sepanjang 2021. Sementara pada 2022, pemerintah mengurangi penerimaannya untuk WK Tangguh dan WK Ketapang.
Pengurangan penerimaan negara itu sebagai konsekuensi dari aturan kept whole contractor yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Pemerintah mesti memastikan tidak adanya pengurangan penerimaan kontraktor dari program HGBT.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengirimkan surat B/25/M-IND/IND/I/2024 kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk meminta dukungan keberlanjutan HGBT setelah tahun 2024.
"Namun, periode pemanfaatan peraturan tersebut hanya sampai dengan tahun 2024. Oleh karena itu, perlu kiranya untuk dapat melanjutkan kebijakan fiskal harga gas bumi tertentu bagi sektor industri," tulis Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
Dia menilai kebutuhan harga gas bumi yang kompetitif dapat meningkatkan daya saing industri nasional. Dalam hal ini, kebijakan harga gas murah menjadi instrumen daya tarik investasi asing dan domestik di bidang industri dalam negeri.
"Kami memandang bahwa keberlanjutan peraturan ini memberikan multiplier effect yang besar terhadap ekonomi nasional," tuturnya.