Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) tak sejalan dengan usulan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indnesia yang meminta pemerintah menunda implementasi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 36/2023 tentang Pengaturan Impor.
Beleid yang akan efektif pada 10 Maret 2024 tersebut dinilai belum siap dari segi sistem hingga peraturan pendukung untuk memberlakukan peraturan pelarangan terbatas (lartas) impor border.
Wakil Ketua Bidang Logistik Kepelabuhan dan Kepabeanan Badan Pengurus Pusat (BPP) GINSI, Erwin Taufan mengatakan apabila aturan tersebut ditunda, risiko kerugian importir umum akan berlipat ganda hingga ratusan triliun.
"Saya menolak itu [Permendag 36/2023] untuk ditunda, [risiko profit loss] kami Rp242,9 triliun itu dari baja dan turunannya, Rp150 miliar itu dari ban, dan tekstil Rp18 miliar kerugiannya," kata Taufan kepada Bisnis.com, Selasa (26/2/2024).
Kerugian tersebut terjadi akibat aturan terdahulunya, yakni Peraturan Pemerintah (PP) No. 28/2021 yang membatasi importasi bagi angka pengenal impor umum (API-U) atau importir umum.
Aturan tersebut telah direvisi pada September lalu dengan terbitnya PP 46/2023 dan memberikan secercah harapan bagi importir umum untuk pulih. Adapun, Permendag 36/2023 merupakan petunjuk pelaksana (julkak) dari aturan baru tersebut.
Baca Juga
"Kalau memang ada yang salah tentang sistem itu adanya di Kementerian Perindustrian sebagai pengarah untuk petunjuk teknis [juknis], bukan di juklaknya Permendag-nya," ujarnya.
Dalam hal ini, Taufan menyebutkan juknis yang baru dikeluarkan Kemenperin yaitu aturan importasi untuk besi dan baja melalui Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 1/2024.
Aturan Permenperin memberikan kemudahan bagi importir umum untuk melanjutkan bisnis dengan mekanisme neraca komoditas guna mengatur keseimbangan supply dan demand dalam negeri.
"Juknis baru keluar Permenperin 1 itu pun belum maksimal, perlu sosialisasi terus. Kita tunggu untuk ban itu belum, katanya Maret 2024 keluar," imbuhnya.
Di sisi lain, Erwin menegaskan, jika usulan Kadin untuk menunda aturan tersebut maka importir umum akan tumbang dan berpotensi terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) pada 19.800 karyawan.
"Jadi kita menolak untuk ditunda, kita maunya ini tetap berjalan, mau dilakukan revisi terkait sekian produk itu monggo silakan tapi aturan ini tetap berjalan," tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, Kadin meminta pemerintah untuk memberikan kelonggaran waktu (grace period) bagi pelaku usaha dalam penerapan Peraturan Menteri Perdagangan No. 36/2023.
Hal ini berkaitan dengan kesiapan infrastruktur dan peraturan pendukung yang belum mumpuni sehingga Kadin mengimbau agar sistem elektronik dan seluruh peraturan pelaksana terkait Permendag 36/2024 semestinya siap 3-6 bulan sebelum pelaksanaan peraturan dijalankan.