Bisnis.com, JAKARTA -- Kondisi China dan Amerika Serikat (AS) yang tengah kontraksi menjadi tantangan bagi Indonesia dalam mengejar target target nilai ekspor nonmigas Rp3.028 triliun pada 2024.
Ketua Umum GPEI Benny Soetrisno mengatakan target tersebut cukup tinggi dibandingkan dengan nilai ekspor sepanjang 2023 senilai US$186,98 miliar atau 72,24% dari total ekspor nasional US$258,82 miliar.
"Ekspor nonmigas untuk tahun 2024, harapan saya sama dengan nilai ekspor 2023 pun sudah bagus," kata Benny kepada Bisnis, Jumat (16/2/2024).
Menurut dia, tantangan ekspor tahun ini cukup besar mengingat mitra dagang utama RI yaitu China Tengah mengalami kontraksi konsumsi hingga produksi yang membuat pertumbuhan ekonomi Negeri Panda itu masih rendah.
Kondisi ini pun tercerminkan dari kinerja ekspor nonmigas RI ke China yang anjlok 20,73% (month-to-month/mtm) senilai US$4,57 miliar pada Januari 2024.
"Mitra dagang kita yang kedua yaitu USA juga masih mengalami inflasi cukup tinggi sehingga menyurut kan jumlah pembelian konsumen nya,"ujarnya.
Baca Juga
Nilai ekspor nonmigas ke Amerika Serikat turun dari US$2,06 miliar pada Desember 2023 menjadi US$1,99 miliar pada Januari 2024. Adapun, Amerika Serikat berkontribusi 10,41% nilai ekpor nonmigas bulan ini.
Untuk mendorong target ekspor manufaktur 2024, Benny menuturkan, pemerintah perlu melakukan evaluasi dan pengkajian kembali terhadap seluruh perjanjian dagang bilateral.
"Perlu dilakukan review terhadap semua perjanjian dagang bilateral untuk lebih fokus di setiap jenis komoditi yang akan kita eksport ke negara tersebut," tuturnya.
Lebih lanjut, dia menilai pemerintah juga semestinya dapat memperdalam bentuk pembiayaan untuk tujuan ekspor lebih luas dan memperbesar BUMN Asuransi Eksport (ASEI) untuk meningkatkan ekposr nonmigas nasional.