Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin) mulai ancang-ancang mencari pasar baru untuk ekspor produk oleokimia. Hal ini mesti dilakukan lantaran anjloknya permintaan dari China, Eropa, dan Amerika Serikat (AS).
Adapun, nilai ekspor oleokimia 2023 mengalami penurunan menjadi US$3,5 miliar, lebih rendah dibandingkan 2022 senilai US$5,4 miliar dengan volume serupa dikisaran 4,2 juta ton.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin) Rapolo Hutabarat mengatakan, penurunan nilai ekspor lantaran harga komoditas susut diikuti permintaan yang melemah.
"Sebenarnya Indonesia harus melirik Afrika karena total populasinya 1,4 miliar, tetapi GDP-nya rendah, yaitu sekitar US$2.000 dibanding benua lain," kata Rapolo, dikutip Selasa (6/2/2023).
Potensi oleokimia pada negara dengan populasi tinggi cukup besar lantaran produk turunannya yang mencakup berbagai kebutuhan, seperti makanan minuman, kosmetik, hingga farmasi.
Meskipun demikian, Rapolo melihat masih ada peluang tumbuh untuk memanfaatkan ekspor oleokimia ke kawasan Asia Pasifik, Eropa dan Amerika berupa produk fatty acid, fatty alcohol, dan lainnya.
Baca Juga
Di sisi lain, kebutuhan oleokimia domestik juga masih tinggi, yakni dikisaran 2 juta ton per tahun. Namun, penyerapannya masih rendah jika dilihat dari kapasitas produksi oleokimia dikisaran 11 juta per tahun.
Menurut Rapolo, ekspor oleokimia juga dapat didorong dengan hilirisasi sawit untuk produk tokoferol dan betakaroten yang potensi nilai ya mencapai US$1,3 miliar dan US$4,7 miliar.
"Tetapi saat ini produsen oleokimia betakaroten dan tokoferol itu tak satupun perusahaan Indonesia, semua dari Eropa, China, Jepang dan Amerika," ujarnya.
Adapun, terdapat 16 pemain global suplly chain tokoferol dan tidak ada satupun dari Indonesia, meskipun bahan bakunya, yaitu sawit diambil dari RI.
Apolin memprediksi nilai ekspor produk oleokimia Indonesia bisa mencapai US$54,4 miliar pada 2030. Upaya tersebut bisa didorong jika hilirisasi sawit Indonesia bisa terus berkembang.
"Diperkirakan pasar oleokimia pada 2030 itu meningkat menjadi US$54,4 miliar dengan asumsi pertumbuhan 6% setiap tahun," jelas Rapolo.