Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kontribusi Manufaktur Makin Susut, Pengusaha Resah Gejala Deindustrialisasi Dini

Proporsi kontribusi industri pengolahan nonmigas terhadap PDB yang menyusut dibandingkan 1 dekade lalu menjadi perhatian kalangan pengusaha.
Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa milik PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk, di Kolaka, Sulawesi Tenggara, Selasa (8/5/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa milik PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk, di Kolaka, Sulawesi Tenggara, Selasa (8/5/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengaku resah dengan gejala deindustrialisasi yang semakin di depan mata. Kondisi ini terlihat dari proporsi kontribusi industri pengolahan nonmigas yang menyusut dibandingkan 1 dekade lalu. 

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani mengatakan, pertumbuhan industri manufaktur juga berada di bawah tingkat pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) nasional dalam lebih dari 10 tahun ke belakang. 

"Selama ini pelaku usaha dan analis ekonomi selalu menyampaikan kekhawatiran terkait adanya deindustrialisasi yang semakin cepat bila iklim usaha atau investasi di sektor manufaktur tidak dibenahi," kata Shinta kepada Bisnis, Selasa (6/2/2024). 

Deindustrialisasi menjadi ancaman industri masa kini yang dapat berdampak pada minimnya lapangan pekerjaan di sektor manufaktur sehingga meningkatkan pengangguran struktural.

Kondisi ini dapat terlihat dari penurunan produktivitas industri pengolahan hingga daya saing output manufaktur yang masih rendah. Alhasil, produk lokal sulit bersaing dengan produk impor di dalam negeri dan produk serupa di pasar ekspor.

Gejala deindustrialisasi dini dapat dilihat dari berbagai faktor, salah satunya kontribusi manufaktur terhadap PDB nasional yang terus tergerus dalam 1 dekade terakhir. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi industri pengolahan nonmigas terhadap PDB pada 2014 sebesar 21,28%, turun drastis dari tahun sebelumnya dengan sumbangsih 23,6% atau Rp2.152,6 triliun dari total PDB Rp9.084 triliun pada 2013. 

Penurunan terus terjadi hingga tahun 2023, di mana kontribusi manufaktur berada di angka 18,67% atau Rp3.900 triliun dari total PDB atas harga berlaku mencapai Rp20.892 triliun. 

Proporsi manufaktur terhadap PDB 2023 memang mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2022 yang berkontribusi 18,34%, tetapi  masih lebih rendah dari porsi manufaktur tahun 2021 sebesar 19,25%. 

Menurut Shinta, terdapat lima langkah untuk mendorong kontribusi industri manufaktur terhadap PDB nasional, yakni dengan pembenahan iklim usaha, fasilitasi teknologi baru, peningkatan kualitas SDM, pembaruan ekosistem industri berorientasi ekspor, dan penguatan kualitas sektor jasa sebagai pendukung industri pengolahan. 

"Reformasi yang ada saat ini sebetulnya perlu ditingkatkan dan disempurnakan pelaksanaan, ya di lapangan agar lebih memfasilitasi, menyederhanakan dan memudahkan pelaku industri untuk ekspansi kinerja manufaktur," jelasnya. 

Lebih lanjut, untuk mendukung pertahanan industri dari gejala deindustrialisasi maka perlu didorong dengan realisasi kebijakan impor bahan baku/penolong dan evaluasi penyerapan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN). 

"Kebijakan TKDN perlu dievaluasi sesuai dengan daya dukung industri hulu dan kebutuhan daya saing hilir di lapangan," pungkasnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper