Bisnis.com, BANDUNG – Masa depan cerah hilirisasi minyak sawit terancam direnggut imbas aturan deforestasi dari Eropa (EUDR). Padahal, kinerja industri olahan minyak sawit berpotensi tumbuh mencapai US$107,02 miliar atau setara Rp1.688 triliun pada 2028.
Berdasarkan perhitungan Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) mencatat potensi tersebut tumbuh 70% dalam waktu 5 tahun ke depan atau naik dari kinerja tahun 2023 yang mencapai US$62,9 miliar.
Plt. Ketua Umum DMSI Sahat Sinaga mengatakan masih banyak pekerjaan rumah dari sisi riset teknologi pengolahan, skema bisnis hingga pengembangan pasar ekspor non-tradisional.
“Kalau kita kembangkan jenis-jenis produk yang bisa dikembangkan ini, dari US$800-US$1.000 per ton [harga CPO/CPKO] menjadi US$3.000-US$4.000 per ton. Jadi ini yang perlu kita kembangkan, arah riset kita itu kesini menggunakan minyak sawit,” kata Sahat dalam Workshop Jurnalis Industri Sawit di Bandung, Kamis (1/2/2024).
DMSI membuat arah pengembangan industri hilir minyak sawit menjadi produk minyak bernutrisi tinggi, bensin sawit, bio lubricants, kosmetik, sabun, hingga produk farmasi.
Namun, untuk mengoptimalisasi hilirisasi sawit, Sahat menilai masih terdapat hambatan dari sisi teknologi pengolahan sawit yang masih banyak dikuasai oleh negara barat.
Baca Juga
“Tidak mungkin memindahkan teknologi mereka ke dalam negeri. Tetapi, mereka itu sangat enggan masuk hilirisasi ke Indonesia, pertama regulasinya tidak konsisten, banyak kekhawatiran sehingga dengan kedua alasan ini mereka ketakutan,” ujarnya.
Di sisi lain, regulasi lapangan konsumsi produk hasil deforestasi yang akan diberlakukan Eropa menjadi tantangan utama. Ekspor produk sawit telah menurun dari 3,25 juta ton menjadi 2,25 juta ton per tahun.
Namun, Sahat meminta pelaku usaha tak mengkhawatirkan regulasi tersebut dengan mengembangkan jalur pasar non-tradisional yakni hub di Pakistan untuk masuk jalur Silk Road ke Asia Tengah dan Afrika.
“Paling tidak 1 juta ton bisa kita dapat penjualan [ekspor pasar non Tradisional], dari Eropa 2,3 juta ton ditinggalkan, 1 juta ton sudah di absorb ke sini kan kita gak perlu lagi Eropa,” tuturnya.
Lebih lanjut, optimalisasi pasar domestik perlu dikembangkan dengan aktivasi pasar melalui Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) ke arah produk kuliner hingga kosmetik.
“Minyak sawit nanti yang high nutrition value itu tidak lagi melalui supermarket tetapi langsung ke UMKM distribusinya dengan kuliner, kosmetik, dan lainnya,” pungkasnya.