Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mengupayakan agar industri salus per aquam atau spa tidak dikenakan tarif pajak hiburan 40-75% mengingat industri ini tidak termasuk dalam industri hiburan.
Sandi menegaskan bahwa industri spa masuk dalam kategori usaha pariwisata. Hal tersebut secara jelas tertuang dalam pasal 14 ayat 1 huruf m Undang-Undang No.10/2009 tentang Kepariwisataan. Dalam beleid itu menyatakan bahwa spa termasuk usaha pariwisata. Ini juga tertuang dalam Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif No.4/2021 tentang Standar Kegiatan Usaha pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Pariwisata.
“Ini sebetulnya sudah tertuang di Peraturan Menteri Parekraf dan akan diperkuat dengan judicial review di Mahkamah Konstitusi,” ujar Sandi melalui keterangan resmi, Rabu (31/1/2024).
Sembari menunggu proses hukum yang sedang berlangsung, Sandiaga memastikan tidak ada peningkatan beban pajak, baik untuk industri spa maupun industri hiburan, tertentu lainnya seperti karaoke dan kelab malam.
Di sisi lain, dia mengharapkan industri ini mampu mempercepat pencapaian target jumlah wisatawan mancanegara (wisman) ke Bali. Dia optimistis Bali mampu menyumbang 7 juta wisman ke Indonesia pada 2024.
Adapun, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menargetkan 14,3 juta kunjungan wisman ke Indonesia pada 2024. Sebagai destinasi yang paling banyak diminati wisatawan, Bali diyakini mampu menggaet 50% dari target yang dipatok pemerintah.
Baca Juga
“Secara agregat [kunjungan wisatawan] di Bali ini menyumbang 50% [dari target kunjungan wisman secara nasional]. Jadi sekitar 7 juta,” kata Sandi dalam keterangan tertulis, Rabu (31/1/2024).
Guna mempercepat pencapaian tersebut, Kemenparekraf berupaya memperbanyak aksesibilitas ke Bali, di antaranya dengan memperbanyak penerbangan internasional ke Bali serta menghadirkan paket wisata tanpa mengakibatkan overtourism.
Dengan begitu, pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan tetap terjaga serta mampu menciptakan 4,4 juta lapangan kerja di sektor parekraf pada 2024.
“....sehingga dampak ekonominya lebih dirasakan masyarakat setempat tanpa terlalu membebani dan mengakibatkan overtourism,” pungkasnya.
Sejumlah asosiasi spa sebelumnya merasa keberatan lantaran industri spa masuk dalam kategori jasa kesenian dan hiburan. Hal tersebut tercantum dalam pasal 55 ayat 1 Undang-undang No.1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Ketua Asosiasi Spa Terapis Indonesia (Asti) Mohammad Asyhadi menegaskan, spa tidak sama dengan hiburan. Misalnya, dalam Permenparekraf No. 4/2021 tentang Standar Kegiatan Usaha Pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Pariwisata, SPA tidak dikategorikan sebagai hiburan.
Kemudian, karena objek spa merupakan manusia, maka diatur oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang tercantum dalam UU No.36/2009 tentang Kesehatan dan UU No.36/2014 tentang Tenaga Kesehatan.
“Jadi dengan dasar itu, spa bukan hiburan,” tegasnya.