Bisnis.com, JAKARTA – Ketentuan tarif pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) khususnya untuk aktivitas hiburan yang sifatnya mewah (luxury) maksimal sebesar 75%, ternyata bukanlah usulan awal pemerintah.
Meski ketentuan tarif pajak hiburan maksimal 75% telah tercantum sebelumnya dalam Undang-Undang (UU) No.28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), tapi nyatanya dalam RUU HKPD pemerintah mengusulkan tarif maksimum yang lebih rendah.
“Jadi, karena UU HKPD ini merupakan usul inisiatif pemerintah, maka dari draft RUU yang kami terima sebelumnya, pemerintah mengusulkan untuk menurunkan tarif tersebut menjadi paling tinggi sebesar 40%,” kata Anggota Komisi XI Puteri Anetta Komarudin, Rabu (24/1/2024).
Sementara Puteri bersama perwakilan dari fraksi Partai Golkar dalam komisi tersebut menilai agar batas maksimal tetap diatur seperti ketentuan yang lama, yakni 75% dan tanpa batas minimal.
Mengacu dokumen yang diterima Bisnis terkait naskah akademik RUU HKPD tertanggal 30 April 2021, memang tercatat bahwa pemerintah mengusulkan penurunan tarif batas atas atau maksimal untuk hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa sebesar 40%. Adapun, RUU tersebut kini telah menjadi UU HKPD.
Lebih lanjut, Putri menjelaskan dalam diskusi penyelesaian aturan tersebut, setelah duduk bersama narasumber dari pakar, asosiasi pemda, akademisi dari sejumlah universitas, meminta untuk tetap menjaga tarif maksimal 75%.
Baca Juga
“Yang di antara mengusulkan untuk tetap menjaga tarif maksimal 75%, dari usulan pemerintah sebesar 40% dengan alasan pertimbangan sosial dan kultur di beberapa daerah yang religius,” pungkasnya.
Pada akhirnya, UU HKPD disahkan pada 5 Januari 2022 dan untuk tarif pajak hiburan untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa yang ditetapkan sebesar 40%-75% berlaku 2 tahun kemudian atau per 5 Januari 2024.
Meski terdapat masa tunggu 2 tahun sebelum penerapan tersebut, pengusaha mengaku tidak mendapatkan informasi terkait aturan tersebut. Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pun mengamini hal itu.
“[Pengusaha mengeluh] karena merasa tidak mendapatkan informasi sebelumnya,” ujarnya kepada awak media di Kantor Kemenko Perekonomian, Senin (22/1/2024).
Di sisi lain, pengusaha pun telah diberikan kemudahan dengan adanya Pasal 101 UU HKPD untuk meminta keringanan tarif pajak.
Berdasarkan ayat (1) Pasal 101 UU HKPD, gubernur/bupati/wali kota boleh memberikan fasilitas pajak dan retribusi dalam mendukung kebijakan kemudahan berinvestasi.
Sementara untuk tata cara pemberian insentif, diatur dalam Pasal 99 Peraturan Pemerintah (PP) No. 35/2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.