Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa batas bawah tarif pajak hiburan 40% tidak ditunda dan tetap berlaku namun dengan beberapa ketentuan.
Airlangga menekankan bahwa Undang-Undang (UU) No. 28/2009 sudah dicabut dan digantikan dengan UU No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Dengan demikian, pengusaha tetap harus menjalankan aturan sesuai batas bawah 40% dan maksimal 75%. Perlu digarisbawahi, pemerintah memberikan ruang bagi kepala daerah untuk memberikan insentif berupa pengurangan tarif pajak.
“Sudah ada UU HKPD. UU HKPD yang berlaku, tapi di situ ada Pasal 101, diberikan diskresi kepada kepala daerah untuk memberikan insentif,” ungkapnya saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Senin (22/1/2024).
Pasal 101 tersebut tertulis bahwa dalam mendukung kebijakan kemudahan berinvestasi, gubernur/bupati/wali kota dapat memberikan insentif fiskal kepada pelaku usaha di daerahnya.
Insentif dapat berupa pengurangan, keringanan, dan pembebasan, atau penghapusan pokok pajak.
Baca Juga
“Dengan insentif untuk invetasi dan mendorong pertumbuhan dan yang lain itu dimungkinkan pajak itu di bawah 70% atau dibawah 40%,” jelasnya.
Untuk itu, pemerintah juga telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Nomor 900.1.13.1/403/SJ tanggal 19 Januari 2024 kepada Gubernur Daerah DKI Jakarta dan Bupati/ Walikota.
Surat tersebut menjadi penegas kepada kepala daerah untuk membuka peluang insentif tersebut kepada para pengusaha.
Meski demikian, Airlangga menyatakan besaran tarif pajak maupun pengurangan tarif yang diberikan bergantung di tangan kepala daerah.
“Kepala daerah selaku pejabat bisa menerapkan secara sektoral. Bisa juga pengusaha meminta [keringanan], jadi ada dua jalan. Namanya insentif tergantung kepala daerah, namanya kan diskresi, bisa diberikan bisa tidak,” tutupnya.
Pengusaha Keluhkan Tarif Bawah yang Tinggi
Pengusaha jasa hiburan dan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) berkumpul di Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian hari ini, Senin (22/1/2024), untuk menyampaikan aspirasi terkait pajak hiburan.
Pelaku usaha turut menuntut setidaknya tarif PBJT kembali ke aturan sebelumnya di mana tidak ada batas minimal 40%, dan tidak setinggi ketentuan UU HKPD.
Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Hariyadi Sukamdani berharap setidaknya dengan adanya kebijakan insentif pengurangan, tarif PBJT dapat lebih rendah dari 40%.
Sebagai contoh, dengan dasar UU No. 28/2009, tarif pajak hiburan atas diskotek, karaoke, kelab malam, dan bar sebesar 25%. Sementara untuk wilayah Bali sebesar 15%.
“Harapannya kembali aja ke [tarif] yang lama, yang penting tidak diberikan tarif yang seperti ini,” ujarnya usai bertemu Airlangga.
Sementara itu, pelaku jasa hiburan seperti Hotman Paris berharap pajak hiburan di Indonesia dapat rendah seperti negara-negara tetangga lainnya.
“Selama ini pun terlalu berat, Jakarta 25%. Pajak [hiburan] yang ideal itu seperti di Bangkok 5%,” tuturnya.