Bisnis.com, JAKARTA - Guru Besar IPB University sekaligus Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), Dwi Andreas membeberkan alasan Indonesia masih gagal swasembada bawang putih.
Menurutnya, persoalan bawang putih ada pada kebijakan perdagangan dan impor bawang putih, terutama soal penerapan tarif impor yang dianggap melenggangkan impor semakin masif.
"Persoalan bawang putih itu di Kemendag [Kementerian Perdagangan] dan Kemenkeu [Kementerian Keuangan] yang menerapkan tarif impor," ujar Andreas dalam diskusi publik Core Indonesia, Selasa (23/1/2024).
Dia menjelaskan, pada 2012, harga bawang putih impor di pelabuhan hanya berkisar Rp9.000 per kilogram. Namun, harga bawang putih di tingkat konsumen bisa menyentuh Rp25.000 per kilogram.
Saat ini, lanjutnya, harga bawang putih impor naik menjadi sekitar Rp15.000 per kilogram di pelabuhan. Nyatanya harga bawang putih di konsumen sudah tembus di kisaran Rp38.000 per kilogram. Artinya, importir bawang putih masih mendapatkan margin yang besar dalam bisnisnya.
"Ini importir bawang putih senyum-senyum kan karena gede keuntungannya," tuturnya.
Baca Juga
Di sisi lain, mimpi swasembada bawang putih Kementerian Pertanian sejak 2017 lewat syarat wajib tanam sebanyak 5% dari kuota impor telah gagal. Andreas menjelaskan, kebijakan wajib tanam tidak efektif mendorong produksi bawang putih dalam negeri.
Dia mengakui, importir lebih memilih impor alih-alih menanam bawang putih yang biaya produksinya lebih mahal dari bawang putih impor. Menurutnya, biaya produksi bawang putih di petani saat ini di kisaran Rp18.000 - Rp21.000 per kilogram.
"Saya tahun 2017 memberi pernyataan di pers, oh ini swasembada bawang putih pasti gagal. Karena enggak masuk akal wong namanya importir suruh nanam," ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengakui bahwa syarat wajib tanam tersebut belum memberikan hasil yang optimal untuk swasembada bawang putih. Namun, menurutnya, syarat wajib tanam bawang putih menjadi niatan awal yang baik.
Amran berujar, untuk mencapai swasembada bawang putih membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
"Pertanian itu tidak bisa instan. Aku tanya bagus enggak niat Kementan wajib tanam 5%? Saya niat awal swasembada jagung sudah, bawang merah sudah. Masa semua [komoditas] berhasil, emang kita Superman?," ujar Amran saat ditemui di Kementerian Pertanian, Rabu (17/1/2024).
Adapun, Ombudsman menilai aturan wajib tanam telah gagal menciptakan swasembada bawang putih di Indonesia. Hal itu terlihat dari jumlah impor yang melebihi dari jumlah yang dibutuhkan. Dari data BPS yang diolah oleh Ombudsman sejak 2018 hingga 2022 terdapat gap yang besar antara realisasi impor dengan kebutuhan impor.
Misalnya, pada 2018, kekurangan suplai bawang putih (selisih konsumsi dengan produksi) sebanyak 416.718 ton. Namun, realisasi impor mencapai 586.030 ton. Artinya, ada gap antara realisasi impor dengan kebutuhan impor hingga 41%. Begitupun dengan gap pada 2019 sebesar 20%, 2020 sebesar 61%, 2021 sebesar 32%, dan 2022 sebesar 10%.
"Maka dari data BPS itu enggak bisa datanya disalahkan. Jadi sudah jelas wajib tanam itu gagal, ya kalau gagal evaluasi dong di mana letak kegagalannya," ujar Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika di Kantor Ombudsman, Selasa (16/1/2024).