Bisnis.com, JAKARTA - Ombudsman menduga mayoritas dari importir yang mendapat Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) bawang putih mendirikan perusahaan cangkang. Bahkan, jumlah importir curang tersebut bisa mencapai lebih dari 50% yang mendapatkan RIPH.
Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika menjelaskan, para importir nakal itu sengaja mendirikan perusahaan cangkang dengan motif untuk menghindari syarat wajib tanam. Adapun wajib tanam sebenarnya menjadi syarat bagi importir untuk mendapatkan RIPH bawang putih dan Surat Persetujuan Impor (SPI) dari pemerintah.
"Motifnya menghindari wajib tanam. Ya ada lah [50% dari yang mendapatkan RIPH]. Ada banyak," ujar Yeka saat ditemui di Kantor Ombudsman, Selasa (16/1/2024).
Namun, dalam pelaksanaannya selama ini RIPH bawang putih bisa diberikan sebelum wajib tanam dilakukan. Dengan begitu, importir yang sudah mendapatkan izin impor memiliki utang berupa program wajib tanam.
"Artinya boleh anda impor dulu, tapi itu [wajib tanam] jadi utang. Yang namanya pedagang, impor dulu dapat cuan kan. Akhirnya daripada saya wajib tanam, mending tahun depan bikin perusahaan baru," ungkap Yeka.
Modal yang lebih murah dianggap menjadi alasan para importir memilih mendirikan perusahaan baru dibandingkan melakukan wajib tanam. Yeka menyebut, untuk mendirikan perusahaan baru, importir hanya membutuhkan biaya sekitar Rp13 juta. Sementara untuk melakukan wajib tanam bawang putih, kata Yeka, importir perlu mengeluarkan biaya hingga Rp70 juta per hektare.
Baca Juga
"Kalau Dirjen Horti mengatakan ada yang melaksanakan wajib tanam, berikan datanya. Kan kita sudah tahu, ada sekitar 210 importir tahun 2023. Kami cek. Dari 210 itu kita cek," tuturnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, Prihasto Setyanto mengatakan pelaku usaha yang mengajukan RIPH Bawang Putih secara online melalui SINAS NK terintegrasi dengan Sistem RIPH. Apabila pengajuan telah memenuhi persyaratan administrasi dan teknis akan diterbitkan RIPH.
"Saat ini sudah terbit 200-an RIPH bawang putih dengan total volume 1,1 juta ton," ujar Prihasto dalam keterangan resmi, Sabtu (14/10/2023).
Berdasarkan catatan Bisnis.com, Rabu (18/11/2023), Ombudsman menemukan adanya pemberian biaya penanaman bawang putih dari importir yang jumlahnya kurang dari kebutuhan petani.
Hasil pantauan Ombudsman di Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung ditemukan biaya penanaman bawang putih sebesar Rp70 juta per hektare per musim tanam. Namun, sejumlah importir hanya memberikan dana biaya tanam kepada petani pelaksana wajib tanam bawang putih sebesar Rp 15 juta - Rp 20 juta per hektare.
Selain itu, masalah lain yang ditemukan Ombudsman yakni adanya calo dalam pengurusan wajib tanam para importir. Ombudsman menemukan seorang calo di Temanggung yang mengelola wajib tanam bawang putih untuk 16 perusahaan importir bawang putih.
Lebih lanjut, Ombudsman juga mendapati fakta bahwa importir penerima RIPH bawang putih tidak melaksanakan kewajiban tanam. Importir yang sudah mendapatkan RIPH dan Surat Persetujuan Impor (SPI) tidak menjalankan wajib tanam.
"Setelah dilakukan analisis, ternyata importir tersebut lebih memilih untuk membuat perusahaan baru untuk memohon impor di tahun berikutnya, daripada melaksanakan kewajiban wajib tanam bawang putih. Karena biaya untuk membuat perusahaan lebih rendah," ungkap Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika dalam keterangannya.