Bisnis.com, JAKARTA - Bank Dunia melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 mencapai 4,9%. Angka tersebut dapat mengalahkan negara-negara utama seperti Amerika Serikat (AS), Eropa, Jepang dan China.
Mengutip laporan Global Economic Prospects 2024 yang dirilis Rabu (10/1/23), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini dan tahun depan diproyeksikan mencapai 4,9%.
Angka tersebut mengungguli negara-negara perekonomian tingkat lanjut seperti AS, Euro dan Jepang, dengan masing-masing diproyeksikan sebesar 1,6%, 0,7% dan 0,9%.
Lalu, untuk pasar negara dan ekonomi berkembang, perekonomian China pada 2024 diproyeksikan mencapai sebesar 4,5%, masih lebih rendah dari Indonesia. Adapun, dalam kategori ini, perekonomian India lebih melesat dibandingkan Indonesia, yakni 6,4%.
Walaupun perekonomian Tanah Air pada 2024 diperkirakan dapat mengalahkan negara-negara perekonomian tingkat lanjut, nyatanya angka proyeksi kali ini lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar 5%.
Adapun, jika melihat proyeksi perekonomian secara global, pertumbuhan dunia diperkirakan akan melambat selama tiga tahun berturut-turut, dengan tahun ini yang diperkirakan mencapai sebesar 2,4%, dari 2023 yang sebesar 2,6%
Baca Juga
Kemudian, perekonomian negara-negara berkembang juga diperkirakan hanya akan tumbuh sebesar 3,9%, lebih dari satu poin persentase di bawah rata-rata pertumbuhan pada dekade sebelumnya.
“Tanpa koreksi besar-besaran, tahun 2020-an akan menjadi dekade dengan peluang yang terbuang sia-sia,” jelas Kepala Ekonom dan Wakil Presiden Senior Grup Bank Dunia, Indermit Gill, dikutip dari keterangan resmi World Bank pada Rabu (10/1).
Lampu Kuning Bagi Indonesia
Menimbang hubungan perdagangan yang kuat dengan China, Bank Dunia juga memperkirakan bahwa pertumbuhan yang lebih lambat dari Negeri Tirai Bambu akan memiliki dampak negatif terhadap permintaan dan aktivitas di seluruh Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC).
Pertumbuhan manufaktur yang lebih lambat di China akan menekan perdagangan pengolahan regional, khususnya negara-negara dengan sektor terintegrasi yang benar seperti Malaysia dan Vietnam.
Ekspor komoditas di kawasan tersebut, termasuk Indonesia, Mongolia, Myanmar dan Kepulauan Solomon, akan mengalami penurunan permintaan dan harga.