Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) mencurahkan keresahan tentang Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai aturan pelaksana UU No. 17/2023 tentang Kesehatan yang disebut dapat ikut mematikan usaha petani cengkeh.
Dalam beleid tersebut, para petani cengkeh dirugikan atas larangan penambahan rasa pada hasil tembakau, khususnya kretek. Penurunan produksi rokok kretek juga semakin menjepit kondisi petani saat ini.
Sekretaris Jenderal APCI Ketut Budiman mengatakan, cengkeh berkontribusi 95% terhadap industri hasil tembakau (IHT). Dengan adanya RPP Kesehatan akan berimbas pada turunnya penyerapan cengkeh.
"Cengkeh jadi yang terdampak pertama karena kebutuhan rokok kretek hanya dapat terpenuhi dari produksi dalam negeri," ujar Budiman, dikutip Rabu (27/12/2023).
Terlebih, dia merasa bahwa suara petani cengkeh seringkali tidak didengarkan oleh pemerintah. Para petani meminta pemerintah untuk tidak mengesahkan RPP Kesehatan.
Sebab, penurunan penyerapan cengkeh juga akan berimbas pada meningkatnya pengangguran di kalangan petani. Ada banyak hajat hidup yang dipertaruhkan jika RPP Kesehatan berlaku.
Baca Juga
"RPP Kesehatan selayaknya jangan terlalu terburu-buru disahkan dan perlu dibahas lebih lanjut," imbuhnya.
Dikutip dari dataindonesia.id, Badan Pusat Statistik (BPS) telah mencatat jumlah produksi cengkeh di Indonesia sebanyak 134.000 ton pada 2022 atau turun 1,25% dari tahun 2021 sebanyak 135.700 ton.
Dalam 1 dekade terakhir, terjadi fluktuasi jumlah produksi yang dihasilkan. Adapun, produksi tertinggi, yakni pada tahun 2020 sebanyak 146.000 ton, meskipun tren penurunan terjadi 2 tahun terakhir ini.
Mayoritas produksi cengkeh di Indonesia pada 2022 berasal dari perkebunan rakyat, yakni 131.900 ton. Sementara itu, produksi cengkeh yang berasal dari perkebunan besar sebanyak 2.100 ton.
Penurunan produksi ini sejalan dengan menyusutnya luas perkebunan cengah di dalam negeri. Menurut BPS, luas perkebunan cengkeh di Indonesia mencapai 577.400 hektare (ha) pada 2022. Luasan itu berkurang 0,25% dibandingkan pada 2021 yang mencapai 578.800 ha.
Dari jumlah tersebut, luas perkebunan cengkeh yang dikelola rakyat sebesar 569.700 ha pada 2022. Sementara itu, perkebunan cengkeh berskala besar seluas 7.700 ha.
Sebelumnya, Haris Darmawan, Koordinator Tanaman Semusim Kementerian Pertanian menyarankan agar pengaturan pada zat adiktif dipisah dari RPP karena akan berimbas pada kesejahteraan para petani.
Setidaknya terdapat beberapa dampak RPP Kesehatan terhadap petani, di antaranya menurunnya daya serap industri terhadap hasil tembakau petani, hilangnya mata pencaharian bagi sejumlah petani, buruh tani tembakau, maupun petani cengkeh.
Menurut Haris, rokok tidak dapat dihilangkan dari peredaran meskipun petani dilarang menanam tembakau. Artinya, RPP Kesehatan belum efektif untuk menahan tingkat konsumsi rokok nasional.
"Apakah dengan melarang petani menanam tembakau atau beralih kepada komoditi lain, apakah rokok bisa dihilangkan dari peredaran di Indonesia? Itu tidak mungkin dan rokok pasti akan ada," pungkasnya.