Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jika RPP Kesehatan Berlaku, Negara Butuh Sumber Penerimaan Baru

Indef menyebut pemerintah perlu menyiapkan sumber penerimaan baru jika RPP Kesehatan berlaku.
Ilustrasi - Buruh pabrik mengemas rokok SKT di Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) Kudus./Bisnis-Muhammad Faisal Nur Ikhsan
Ilustrasi - Buruh pabrik mengemas rokok SKT di Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) Kudus./Bisnis-Muhammad Faisal Nur Ikhsan

Bisnis.com, JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mewanti-wanti pemerintah untuk menyiapkan sejumlah langkah antisipasi dari dampak negatif dari pemberlakuan aturan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai aturan pelaksana UU Kesehatan No. 17/2023 tentang Kesehatan.

Sejumlah pasal dalam RPP tersebut menuai kontroversi, yang secara khusus mengancam industri hasil tembakau (IHT), mulai dari industri hulu ke hilir, serta industri lain seperti jasa periklanan hingga peyiaran.

Head Center of Industry, Trade and Investment Indef, Andry Satrio Nugroho mengatakan RPP Kesehatan berpotensi memicu kerugian ekonomi berupa berkurangnya Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp103 triliun.

"Kami berharap pasal yang berkaitan dengan IHT di RPP ini bisa dibatalkan atau dikeluarkan terlebih dahulu dari RPP Kesehatan sebelum ada analisis yang cukup mendalam terkait dampak ekonomi dan juga sektor-sektor terkait, yaitu pertanian, periklanan ritel, dan tenaga kerja," kata Andry di Jakarta, Rabu (20/12/2023).

Adapun, kerugian ekonomi yang dimaksud merupakan kalkulasi dari kerugian berbagai sektor dari hulu ke hilir industri tembakau hingga sektor lainnya seperti kerugian dari pembatasan iklan promosi hasil tembakau sebesar Rp4,39 triliun.

Jika pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan tetap bersikukuh untuk mengesahkan RPP Kesehatan maka Indef memberikan sejumlah rekomendasi untuk dipertimbangkan pemerintah.

"Pertama adalah bersiap untuk menghadapi gelombang pengangguran yang besar, tadi disebutkan bahwa ada 2,5 juta tenaga kerja yang secara langsung maupun tidak langsung bersinggungan di industri hasil tembakau ini," ujarnya.

Kedua, pemerintah harus siaga dengan masifnya distribusi rokok konvensional dan rokok elektronik ilegal. Sebab, regulasi tersebut hanya akan membuat konsumen mengalihkan konsumsi ke produk tembakau yang lebih murah.

Terlebih, poduk hasil tembakau ilegal itu lebih berbahaya lantaran kualitas bahan tidak sepadan dan tidak sesuai dengan standarisasi nasional. Hal ini juga akan menjadi beban baru bagi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan.

"Ketiga, tentu harus ada penyiapan instrumen penerimaan negara baru, karena kita tahu bahwa belum adanya RPP kesehatan penerimaan cukai kita turun atau tidak mencapai target yang ditetapkan," terangnya.

Andry mewanti-wanti potensi munculnya indikasi kompensasi berupa peningkatan tarif cukai atau pajak jenis lainnya. Sebab, sumber penerimaan negara akan dipertaruhkan jika aturan ini berlaku.

Sebagai informasi, Kementerian Keuangan atau Kemenkeu mengumumkan bahwa penerimaan cukai rokok turun 4,3% pada Januari—Oktober 2023 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Secara khusus, penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok telah mencapai Rp163,2 triliun pada Januari—Oktober 2023. Jumlah itu memang telah mencapai 70,2% dari target cukai rokok tahun ini, tetapi ternyata mengalami penurunan kinerja.

Tak hanya itu, Indef menilai pemerinah daerah juga perlu berjaga-jaga lantaran akan ada potensi kehilangan pendapatan dari periklanan dan penurunan dana bagi hasil (DBH) cukai yang diterima daerah.

"Yang ini akan berimplikasi ke keuangan daerah yang menurut saya akan berimplikasi terhadap keuangan dari daerah itu sendiri," pungkasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper