Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan memberlakukan tarif impor sebesar 19% terhadap produk ekspor asal Malaysia, Thailand, dan Kamboja.
Besaran tarif tersebut tercantum dalam perintah eksekutif yang ditandatangani Trump pada Kamis (31/7/2025) waktu setempat, menjelang tenggat 1 Agustus yang dia tetapkan bagi negara-negara mitra untuk merundingkan kerangka kerja perdagangan dengan pemerintahannya.
Besaran tarif untuk Malaysia lebih rendah dari ancaman tarif 25% yang disampaikan pada Juli lalu. Adapun, sebelumnya Thailand dan Kamboja diancam tarif sebesar 36%.
Tarif yang dikenakan ketiga negara tersebut sama dengan pungutan yang diberikan ke Indonesia dan Filipina yang telah lebih dulu merampungkan kesepakatan perdagangan.
Melansir Bloomberg pada Jumat (1/8/2025), Malaysia selama ini berupaya mendekatkan hubungan dagang dengan AS, antara lain dengan menindak penyelundupan semikonduktor canggih melalui wilayahnya, serta berperan dalam memediasi gencatan senjata antara Thailand dan Kamboja.
Pemerintahan Perdana Menteri Anwar Ibrahim sebelumnya menargetkan agar tarif yang dikenakan berada di bawah 20%, sejajar dengan negara-negara tetangga seperti Vietnam, Indonesia, dan Filipina.
Baca Juga
Anwar sempat menyampaikan pernyataan pendahuluan pada Kamis waktu setempat bahwa Presiden Trump akan mengumumkan besaran tarif terhadap Malaysia pada Jumat waktu Malaysia, merujuk pada percakapan telepon yang dia lakukan dengan Presiden AS tersebut.
Dalam pidatonya, Anwar juga menyebut bahwa Trump telah menyampaikan apresiasi atas peran Malaysia dalam membantu menengahi konflik perbatasan antara Thailand dan Kamboja.
Menteri Investasi, Perdagangan, dan Industri Malaysia Tengku Zafrul Aziz sebelumnya menegaskan bahwa pemerintah memiliki sejumlah garis merah dalam negosiasi perdagangan, termasuk menjaga kedaulatan nasional dan tidak mengorbankan hubungan dagang dengan mitra lain demi kesepakatan dengan AS.
Gencatan Senjata Thailand-Kamboja
Adapun, pemimpin Thailand dan Kamboja awal pekan ini sepakat untuk melakukan gencatan senjata setelah sempat berkonflik selama 5 hari. Trump sebelumnya mengancam tidak akan melanjutkan negosiasi dagang jika kedua negara masih bertikai.
Namun, kesepakatan tersebut kembali diuji setelah Thailand menuduh pasukan Kamboja melepaskan tembakan tanpa provokasi, melanggar perjanjian gencatan senjata.
Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick sebelumnya menyampaikan bahwa pemerintah AS telah mencapai kesepakatan dengan Thailand dan Kamboja, meski tidak merinci isi perjanjian tersebut.
Dalam upaya menit-menit terakhir untuk menghindari tarif yang lebih tinggi, Thailand menawarkan akses pasar yang lebih besar bagi produk AS, dengan berjanji menghapus tarif atas 90% barang impornya.
Thailand juga berkomitmen untuk mengurangi surplus perdagangan dengan AS yang mencapai US$46 miliar hingga 70% dalam waktu tiga tahun, serta memberantas praktik pengalihan barang produksi dari negara lain.
Sebelum pengumuman tarif disampaikan, Menteri Keuangan Thailand Pichai Chunhavajira menyatakan bahwa ia memperkirakan AS akan menetapkan tarif yang sejalan dengan negara Asia Tenggara lainnya, yakni sekitar 20%. AS merupakan pasar ekspor barang terbesar bagi Thailand tahun lalu, mencakup sekitar 18% dari total pengiriman internasional Negeri Gajah Putih.
Bagi Thailand yang ekonominya sangat bergantung pada ekspor, keberhasilan mendapatkan tarif AS yang lebih rendah dinilai krusial untuk meredam tekanan eksternal. Saat ini, pertumbuhan ekonomi Thailand tengah menghadapi tekanan dari utang rumah tangga tertinggi di Asia Tenggara dan lemahnya konsumsi domestik.