Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku tidak mudah dalam mencari pembiayaan dalam proses transisi energi tanpa mengorbankan pembangunan Tanah Air.
Pada kunjungannya ke Amerika Serikat pada pertengahan November lalu, Sri Mulyani turut melakukan pertemuan dengan para investor terkait pembiayaan hijau, namun tidak mudah.
“Saya akui sampai minggu lalu saya di San Francisco, saya bertemu dengan beberapa investor dan fund manager besar, itu tidak mudah,” ujarnya dalam Climate Change and Indonesia's Future: An Intergenerational Dialogue, Senin (27/11/2023).
Sejauh ini, dalam melakukan transisi khususnya pada pensiun dini bagi pembangkit listrik tenaga (PLT) batu bara, Indonesia telah mengembangkan taksonomi hijau.
Taksonomi ini memungkinkan transisi menuju energi hijau termasuk pensiun dini batu bara yang didanai melalui pasar modal.
Tercatat pemerintah telah menerbitkan sukuk hijau atau green bond senilai US$5 miliar secara global sejak 2018.
Baca Juga
Sementara instrumen sukuk retail hijau atau Green Sukuk Retail yang sangat diminati generasi muda, kata Sri Mulyani, telah diterbitkan sejumlah Rp21,8 triliun sejak 2019 hingga 2022.
“Untuk itu dibutuhkan banyak sekali financing termasuk tadi untuk retirement of the coal, akselerasi untuk transformasi ke energi baru terbarukan, dan juga mendukung komunitas yang terdampak akibat transformasi ini,” lanjutnya.
Terlebih, Indonesia juga telah meluncurkan skema Just Energy Transition Partnership (JETP) yang telah diumumkan oleh Jokowi senilai Rp330 triliun.