Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bahan Baku Tekstil Impor Masih Banjiri Pasar RI, APSyFI: Penjualan Makin Seret

Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia menyebut banyaknya bahan baku tekstil impor yang membanjiri pasar dalam negeri membuat penjualan seret.
Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). Bisnis/Rachman
Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Kinerja penjualan industri serat dan benang filamen makin lesu seiring masih banyaknya bahan baku produk tekstil impor yang membanjiri pasar dalam negeri. 

Sekretaris Eksekutif Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Farhan Aqil mengatakan, penurunan impor bahan baku justru menjadi hal yang dinantikan untuk industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Faktanya, penurunan impor saat ini hanya terjadi di beberapa komoditas. 

"[Bahan baku] tekstil impornya masih banyak. Bulan ini saja laporan dari anggota kami makin susah untuk menjual produknya," kata Farhan kepada Bisnis, dikutip Kamis (16/11/2023). 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor bahan baku penolong turun 6,08% (year-on-year/yoy) dengan nilai impor US$13,44 miliar pada Oktober 2023.  

Secara kumulatif atau hingga Oktober 2023, total nilai impor bahan baku penolong tercatat US$19,32 miliar atau turun 12,65% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. 

Adapun, dia mencatat penggunaan bahan baku impor yang masuk ke Indonesia sudah memenuhi 60-70% konsumsi tekstil nasional. Farhan pun meminta pemerintah untuk memberikan perhatian khusus. 

Saat ini, pemerintah tengah melakukan sosialisasi tentang kebijakan tata niaga impor berupa larangan terbatas (lartas) melalui revisi Permendag Nomor 25 Tahun 2022. 

"Ini juga sedang didiskusikan subtitusi impor untuk kawasan berikat. Kementerian Perindustrian juga sedang buat standar wajib pakaian jadi yang harus kita dukung," ujarnya. 

Namun, dia memperkirakan industri TPT masih akan terporosok sampai tahun 2024 dan bisa terus berlanjut jika pemerintah tidak memberikan perhatian khusus. 

Diberitakan sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja mengatakan, pelemahan impor bahan baku/penolong disebabkan utilitas industri yang melemah. Adapun, utilitas industri hulu ke hilir tekstil dan produk tekstil (TPT) tercatat 50%. 

"Penurunan impor bahan baku ini juga dampak dari melesunya permintaan TPT, baik market dalam negeri maupun ekspor, karena ekonomi global yang sedang melambat," kata Jemmy.

Kendati menjadi sinyal lemahnya produksi dalam negeri, Jemmy optimistis bahwa pelemahan impor bahan baku juga dikarenakan dorongan dari Kementerian Perindustrian untuk memaksimalkan pemanfaatan porsi bahan baku lokal. 

"Jadi yang utama bagaimana dapat meningkatkan utilisasi industri dengan memanfaatkan market lokal yang ada," tuturnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper