Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom Danamon Ramal Inflasi Capai 2,7% pada Akhir Tahun

Ekonom Bank Danamon Irman Faiz memperkirakan laju inflasi akan terjaga di bawah tingkat 3 persen pada akhir 2023.
Pedagang menata barang dagangannya di salah satu pasar di Jakarta, Senin (18/2023). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Pedagang menata barang dagangannya di salah satu pasar di Jakarta, Senin (18/2023). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi domestik pada Oktober 2023 tercatat sebesar 2,6% secara tahunan (year-on-year/yoy).

Inflasi pada periode tersebut meningkat jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya di mana inflasi tercatat sebesar 2,28% yoy.

Kenaikan inflasi utamanya dipicu oleh oleh kenaikan harga bahan pangan, termasuk cabai rawit, beras, dan bawang merah, akibat musim kemarau yang berkepanjangan karena El-Nino.

Di samping itu, inflasi Oktober 2023 dipengaruhi oleh kenaikan harga bensin non-subsidi seiring dengan naiknya harga minyak dunia.

Sejalan dengan itu, inflasi inti pada Oktober 2023 melanjutkan tren penurunan, yang tercatat sebesar 1,9% yoy.

Ekonom Bank Danamon Irman Faiz mengatakan bahwa perkembangan inflasi inti ini sejalan dengan melandainya pertumbuhan biaya input, terutama di sektor manufaktur. 

“Pada saat yang sama, ekspansi sektor manufaktur telah menunjukkan tanda-tanda pelemahan, terlihat dari penurunan angka PMI Manufaktur yang sebesar 51,5 pada Oktober 2023, dibandingkan dengan 52,3 pada bulan sebelumnya,” kata Faiz, Rabu (1/11/2023).

Menurut Faiz, dengan perkembangan hingga Oktober 2023, laju inflasi akan terjaga di bawah tingkat 3 persen pada akhir 2023.

Rendahnya inflasi dipengaruhi oleh low base effect dari penyesuaian harga BBM bersubsidi pada tahun lalu, serta dampak ringan dari El Nino terhadap harga pangan bergejolak di dalam.

“Mempertimbangkan perkembangan terakhir ini, kami mempertahankan perkiraan inflasi umum akhir tahun sebesar 2,7%, jauh di bawah target atas BI,” katanya.

Di sisi lain, Faiz menilai konflik geopolitik masih menimbulkan ketidakpastian dan menimbulkan risiko terhadap perkiraan inflasi tersebut. 

Kenaikan harga minyak, yang didorong oleh konflik geopolitik, imbuhnya, masih berisiko memicu lonjakan inflasi domestik jika harga minyak global melebihi US$120 per barel dan pemerintah harus menyesuaikan harga bahan bakar bersubsidi di dalam negeri.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper