Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi pada Oktober 2023 mencapai 2,56% (year-on-year/yoy), naik dari capaian September 2023 yang sebesar 2,28%.
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) David Sumual melihat naiknya inflasi akan berlanjut, setidaknya hingga akhir tahun ini.
“Concern ke depan masih soal pangan terkait El Nino dan harga minyak. Slightly naik pada akhir tahun perkiraannya,” ujarnya, Rabu (1/11/2023).
Pasalnya, inflasi kelompok volatile food atau harga bergejolak tercatat sebesar 0,21% (month-to-month/mtm) dan andil 0,03%. Sementara secara tahunan, kelompok ini memiliki inflasi tertinggi di antara kelompok lainnya, yakni sebesar 5,54%.
Meski demikian, inflasi volatile food pada 2023 relatif lebih rendah dibandingkan tahun sebelumya, di mana Oktober 2022 mencapai 3,53% (year-to-date/ytd). Sedangkan pada Oktober 2023 inflasi volatile food mencapai 3,46% (ytd).
Untuk itu, David memperkirakan inflasi masih berpotensi naik sejalan dengan kondisi harga bergejolak. Terlebih, BPS memproyeksikan El Nino akan berlanjut hingga Februari 2024.
Baca Juga
“Pangan masih jadi kontributor terbesar. Perkiraan akhir tahun [inflasi akan mencapai] 2,6%-3%,” ujarnya.
Sementara itu, BPS juga mencatat tiga komponen utama penyumang inflasi harga bergejolak secara bulanan, yaitu beras mengalami inflasi sebesar 1,72% (mtm) dan memberikan andil 0,06%. Sementara cabai rawit yang mengalami inflasi 19,59% menyumbang 0,03% terhadap inflasi bulanan.
Komoditas cabai merah pada Oktober 2023 mengalami inflasi 3,98% dengan andil 0,01% (mtm).
Meski inflasi komoditas tersebut cukup tinggi, masih terdapat beberapa komoditas yang memberikan andil deflasi secara bulanan yang cukup siginfikan, yaitu ikan segar, telur ayam ras, tomat, bawang merah, minyak goreng, dan bawang putih.