Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah merancang kebutuhan insentif untuk kebutuhan pembiayaan transisi energi di industri manufaktur. Hal ini dilakukan untuk mendukung penurunan dekarbonisasi dan target nol emisi karbon pada 2050.
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan dukungan pembiayaan dari Kementerian/Lembaga lain untuk mendukung industri sangat penting karena masalah pendanaan menjadi kendala industri saat ini.
"Perusahaan tentu butuh investasi teknologi mutakhir dan baru, itu kita percaya bisa dorong efisiensi produksi, dan pasti ini terkait efisiensi penggunaan energi. Semua ini kan butuh dana," kata Agus di Jakarta, dikutip Kamis (12/10/2023).
Dalam hal ini, dia menyoroti komposisi sumber emisi terbesar di sektor manufaktur 2022 yang berasal dari energi industri sebesar 64 persen. Untuk diketahui, tingkat emisi gas rumah kaca sektor industri pada 2022 mencapai 238,1 juta ton CO2e.
Untuk itu, pihaknya akan memprioritaskan setidaknya 9 subsektor industri yang memiliki kadar emisi terbesar dari penggunaan energi untuk mendapat insentif. Dengan demikian, insentif ini menjadi panggilan bagi para pelaku industri untuk mulai dekarbonisasi.
Adapun, 9 subsektor tersebut yakni industri makanan dan minuman, tekstil dan barang kulit, kayu dan produk lainnya, pulp dan kertas, pupuk kimia dan karet, semen dan bukan logam, logam dasar besi dan baja, peralatan mesin dan transportasi, dan industri pengolahan lainnya.
Baca Juga
"Saya minta industri tak lihat sebagai cost tapi juga sebagai investasi. Kalau mereka gunakan teknologi tinggi mereka pasti dapat efisiensi," ujarnya.
Dia mengakui, belanja modal atau capital expenditure perusahaan industri akan sedikit lebih tinggi karena harus menerapkan teknologi mutakhir. Namun, dari segi operasional jangka panjang akan lebih efisien dalam produksi dan menghasilkan produk yang low carbon.
Sebelumnya, Kemenperin merilis data terkait komposisi sumber emisi sektor manufaktur 2022 yang menunjukkan energi industri memiliki porsi terbesar. Disusul limbah industri 24 persen dan Industrial Process and Product Use (IPPU) 12 persen.
"Tantangannya, limbah dan ippu itu 100 persen domain Kemenperin, jadi itu bisa kita lakukan percepatan dan persiapkan Permenperin. Kalau sumber energi kita sangat tergantung K/L lain, yang punya tupoksi penyedia energi nasional," terangnya.
Ambisi Kemenperin untuk mencapai target NZE pada 2050, tak lain berasal dari keberhasilan dekarbonisasi hingga menurunkan emisi GRK sebesar 53,9 juta ton CO2e pada tahun 2022.
Emisi baseline Business as Usual (BaU) tanpa aksi mitigasi adalah sebesar 292,0 juta ton CO2-ekuivalen dan emisi aktual (industri telah melakukan aksi mitigasi) adalah 238,05 juta ton CO2-ekuivalen.
Di samping itu, target penurunan emisi GRK untuk komponen IPPU pada 2030 sebesar 7 juta ton CO2e, sementara realisasi penurunan emisi IPPU pada tahun 2022 telah mencapai 7,138 juta ton CO2e atau 102 persen dari target tersebut.