Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Saatnya Industri Tambang Fokus Industrialisasi, Bukan Hanya Hilirisasi

Industri pertambangan sudah seharusnya mulai berfokus melakukan peningkatan nilai tambah ke industri yang menghasilkan produk akhir.
Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa milik PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk, di Kolaka, Sulawesi Tenggara, Selasa (8/5/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa milik PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk, di Kolaka, Sulawesi Tenggara, Selasa (8/5/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Hal lain yang harus diperhatikan selain ekosistem, penting bagi Indonesia untuk memaksimalkan pemanfaatan teknologi. Hal itu terkait dengan isu penyetopan produk batu bara yang didorong untuk diganti penggunaannya. Pasalnya, pendapatan dari batu bara sangat besar berkontribusi bagi negara. Seharusnya sudah mulai dipikirkan bagaimana supaya bisa berdamai dengan global. Tinggal bagaimana agar batu bara tetap dapat digunakan, tetapi dengan emisi karbon yang rendah.

Sementara itu, CEO PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) Alexander Barus mengakui meskipun smelter banyak dibangun, tetapi masih ada pekerjaan yang belum selesai karena hasil yang didapat baru setengah jadi. Oleh karena itu, hilirisasi tidak boleh terhenti dan harus dilanjutkan menjadi produk yang dapat diserah oleh produsen. Konsep yang ditawarkan adalah hilinisasi (hilirisasi dan industrialisasi)

“Stainless itu masih impor, industri baja impor. Seperti tadi dibilang industri ini terhenti di hilirisasi. Saatnya diolah lebih hingga produk final,” jelasnya di lokasi sama.

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Teguh Dartanto menilai Indonesia harus konsisten untuk mewujudkan nilai tambah lebih besar. Negara yang bisa dicontoh adalah Australia dan China.

Industrialisasi di dua negara tersebut membutuhkan waktu hingga 30 tahun. Karena itu, dirinya mengusulkan dibentuk pressure group yang dapat mengawal isu ini bagi pemerintah Indonesia berikutnya agar tidak terjebak pada short benefit.

Berkaca dari industri nikel, yang harus dibangun setelah adanya smelter adalah membangun ekosistem. Ini ditujukan agar ketika industri jadi, ada produk turunan yang memiliki nilai tambah jauh lebih besar dari sisi ekonomi dan tenaga kerja. Tidak kalah pentingnya lagi adalah perlunya memberikan pemberian insentif bagi pemain industri hilir. Menurutnya, akan lebih baik jika insentif yang diberikan pemerintah bagi smelter juga diberikan kepada pelaku industri hilir.

“Ini perlu dididesain industrial policy yang lebih clear step-step-nya,” jelasnya.

Isu lain yang harus diperhatikan oleh pemain tambang ke depannya tidak hanya terkait hilirisasi berkelanjutan, tetapi juga berkeadilan. Pemerintah pusat dan daerah serta pelaku usaha harus memikirkan terkait apakah dampak yang diperoleh masyarakat sekitar tambang benar-benar berupa pertumbuhan ekonomi semata. Perlu diperhatikan terkait isu-isu stabilitas sosial yang memiliki dampak langsung terhadap masyarakat setempat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman
  1. 1
  2. 2
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper