Bisnis.com, JAKARTA - Himpunan Penambang Kuarsa Indonesia (HIPKI) mendukung rencana kebijakan pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap proses perizinan di bidang pertambangan, khususnya pasir kuarsa yang masuk dalam klasifikasi mineral kritis.
Masuknya pasik kuarsa sebagai mineral kritis tercantum dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 296.K/MB.01/MEM/B/2023 tentang Penetapan Jenis Komoditas Yang Tergolong Dalam Klasifikasi Mineral Kritis.
Ketua HIPKI, Ady Indra Pawennari mengatakan bahwa kebijakan evaluasi perizinan ini dapat disandingkan dengan adanya penyusunan roadmap hilirisasi pasir kuarsa itu sendiri.
“Sehingga proses pengurusan perizinannya lebih terukur dengan menimbang manfaat jangka panjang dan juga terintegrasi secara nasional,” ujar Ady, Selasa (3/10/2024).
Dia menyebut, sejak perizinan pertambangan pasir kuarsa dikembalikan ke pemerintah provinsi, tata kelola untuk pasir kuarsa makin tidak jelas, baik dari segi perizinan dan tata niaganya.
Terkait dengan kebijakan perizinan pertambangan pasir kuarsa, Ady menyampaikan ada opsi untuk mengevaluasi terkait perizinan ini.
Baca Juga
Pertama, pemerintah pusat harus melakukan supervisi langsung terhadap pemerintah provinsi yang sekarang diberi wewenang untuk mengeluarkan perizinan pasir kuarsa.
“Hal ini dilakukan agar semua prosedurnya bisa dilaksanakan dengan baik sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) yang berlaku di pusat dan daerah tidak menyimpang dari NSPK tersebut,” ujarnya.
Untuk opsi kedua, Ady meminta pemerintah pusat dapat menarik kembali perizinan pasir kuarsa kembali ke pemerintah pusat.
Sebab, agar prosedur yang dilakukan dengan norma dan standar yang sama, serta dalam penerbitan perizinannya dapat dipantau sesuai dengan program atau agenda-agenda pemerintah jangka panjang.
“jika pemerintah telah melaksanakan supervisi atau menyeragamkan proses prosedur perizinan pasir kuarsa di seluruh Indonesia ataupun dengan mengambil alih kembali kewenangan ini ke pusat, maka pemerintah juga mempunyai pilihan dalam mengatur proses perizinan,” ucap Ady.
Lebih lanjut, Ady menuturkan bahwa terdapat konsekuensi eksplorasi jika pemerintah nantinya yang betul-betu menangani perizinan pasir kuarsa ini secara terintegrasi dan menata jumlah perizinan pertambangannya.
“Jadi pemerintah yang mempunyai kewajiban untuk melakukan eksplorasi setidaknya sehingga data dianggap cukup untuk dibuat Wilayah Izin Usaha Pertambangan yang akan dilelang kepada pihak badan usaha,” tutur Ady.
Sebelumnya, Menteri ESDM, Arifin Tasrif mengatakan bahwa saat ini pihaknya akan mengkaji perizinan RKAB untuk kedua mineral tersebut apakah akan pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
“Ya (silika dan zirkon) itu yang sedang kita lakukan evaluasi ya,” kata Arifin saat ditemui di Kementerian ESDM, Senin (2/10/2023).
Di sisi lain, Direktur Pembinaan Program Minerba Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno menyebut, setelah terbitnya aturan ini nantinya perizinan golongan komoditas tambang bukan logam dan batuan yang masuk klasifikasi mineral kritis akan kembali ke pusat.
"Nanti akan dilakukan pengaturan, tata kelolanya," ujarnya.