Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dampak Pelemahan Rupiah Mulai Merambat ke Industri Makanan & Minuman

Dampak pelemahan rupiah telah dirasakan industri makanan dan minuman. Pengusaha tengah memutar otak untuk mengantisipasi bahan baku yang semakin mahal.
Salah satu fasilitas produksi industri makanan. Istimewa/ Kemenperin
Salah satu fasilitas produksi industri makanan. Istimewa/ Kemenperin

Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) mulai kelimpungan mencari alternatif bahan baku di tengah pelemahan rupiah yang memicu kenaikan sejumlah bahan baku. 

Diberitakan Bisnis sebelumnya, rupiah ditutup melemah 0,51 persen atau 79,50 poin ke level Rp15.692 per dolar pada akhir perdagangan hari ini, Senin (9/10/2023). Di sisi lain, indeks dolar AS melejit 0,50 persen atau 0,53 poin ke 106,57. 

Ketua Umum Gapmmi Adhi S. Lukman mengatakan, dampak dari pelemahan rupiah telah dirasakan industri makanan dan minuman (mamin) nasional, di mana harga bahan baku, biaya logistik, hingga bahan bakar minyak (BBM) solar yang melonjak sehingga berdampak pada bahan pokok produksi. 

"Menurut saya memang cukup berat. Hanya saja, bagi perusahaan yang ada ekspor tentunya masih tertolong karena dengan dolar AS yang tinggi akan memberikan dampak positif," kata Adhi kepada Bisnis, Senin (9/10/2023). 

Kendati dapat berdampak positif, Adhi menuturkan bahwa masih cukup sulit untuk menaikkan harga ritel produk mamin lokal. Sebab, kondisi pasar yang masih belum membaik dan perlu evaluasi bersama distributor. 

Dengan kondisi tersebut, bagi perusahaan tentunya terpaksa menelan dampak terhadap margin profit yang stagnan, cenderung melemah. 

"Bagi industri kecil yang rentan, tentunya mereka akan kesulitan, mereka akan rugi. Oleh sebab itu, saya lihat banyak mereka yang sudah menaikkan harga atau juga mengurangi ukuran jualnya," tuturnya. 

Di samping itu, para pelaku usaha juga tengah mencari alternatif bahan baku lain yang lebih murah dan melakukan efisiensi dalam proses produksi, termasuk beberapa terobosan seperti pengubahan kemasan dan ukuran. 

Untuk diketahui, sebagian besar bahan baku industri makanan dan minuman di Indonesia masih diimpor, seperti tepung terigu 100 persen, susu dan turunannya 80 persen, gula industri untuk menengah ke atas 100 persen, kedelai 70 persen, dan bahan pangan tambahan 60 persen. 

Sebelumnya, Adhi juga sempat memproyeksikan lonjakan harga gula industri atau rafinasi yang dipicu larangan ekspor dari India. Dalam kondisi normal, harga gula industri di bawah Rp10.000 per kg. 

Dengan adanya lonjakan harga yang tinggi, para pengusaha kini tengah memutar otak untuk mengantisipasi bahan baku yang semakin mahal. 

"Prediksi saya, gula rafinasi tahun depan naik lagi, mungkin tak sebesar tahun ini, mungkin sekitar Rp14.000 atau lebih," imbuhnya. 

Kondisi kenaikan harga bahan baku makanan dan minuman yang terus meningkat akan berimbas pada harga jual produk jadi mamin yang diprediksi akan naik 10 persen. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper