Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Roll Former Indonesia (ARFI) memberi tanggapan atas kontribusi manufaktur terhadap kualitas udara di Jabodetabek yang dalam kondisi buruk belakangan ini.
Ketua Umum ARFI Nicolas Kesuma mengakui adanya kontribusi industri manufaktur sebagai sumber emisi global sebesar 21 persen. Di sisi lain, menurutnya, penghasil emisi karbon terbesar tetap bersumber dari pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara).
"Masing-masing dari industri roll former memiliki kebijakan atas isu ini," kata Nicolas kepada Bisnis, dikutip Jumat (25/8/2023).
Adapun, berdasarkan catatan Inventarisasi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) industri manufaktur dan konstruksi menghasilkan emisi sebesar 137.040 Gigagram (Gg) CO2e pada 2019.
Pihaknya memastikan industri pendukung roll former telah memulai upaya pengurangan emisi karbon dengan memahami dan menghitung karbon yang dihasilkan untuk dapat memetakan implementasi pengurangan jejak karbon.
Nicolas menuturkan, beberapa upaya yang dilakukan yakni dengan penyediaan bus karyawan, pengaturan kerja offline dan online, investasi penerapan teknologi hijau di pabrik atau kantor, dan lainnya.
Baca Juga
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga ikut mendorong perusahaan industri untuk melakukan pengendalian emisi, sekaligus memenuhi ketentuan baku mutu emisi.
Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif mengatakan pihaknya juga mewajibkan perusahaan industri untuk megelola emisi dengan cara memasang alat pengendali pencemaran udara, menghadirkan petugas penanggung jawab pengendali pencemaran udaran dan operator instalasi pengendali pencemaran udara tersertifikasi.
Kemenperin juga meminta industri untuk melakukan pemantauan terhadap emisi yang dihasilkan secara manual maupun terus-menerus yang kemudian dilaporkan secara real time kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Industri tentu sangat menaruh perhatian terhadap pengelolaan lingkungan dan pemenuhan kewajiban sesuai peraturan yang berlaku," ujarnya.
Pasalnya, ada berbagai sanksi yang diberikan jika kelalaian terjadi. Adapun, sanksi tersebut akan berdampak pada keberlangsungan produksi, daya saing industri, perputaran ekonomi, dan tuntutan pasar domestik maupun global yang berorientasi hijau.