Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RI Diproyeksi Jadi Net Importir Gas 2040, SKK Migas Gencarkan Eksplorasi

SKK Migas menyebut potensi gas harus segera diproduksikan sehingga kekhawatiran potensi Indonesia menjadi net importir gas pada 2042 tidak terjadi
Anjungan migas lepas pantai./Bloomberg
Anjungan migas lepas pantai./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA — Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) berupaya untuk meningkatkan cadangan dan pengembangan lapangan gas baru seiring dengan proyeksi pertumbuhan permintaan yang melonjak di tengah masa transisi energi saat ini. 

Wakil Kepala SKK Migas Nanang Abdul Manaf mengatakan, penambahan cadangan gas bumi menjadi penting seiring dengan hitung-hitungan permintaan gas yang naik 298 persen pada 2050. Sementara itu, produksi gas dalam negeri diproyeksikan bakal stagnan pada 2040 apabila tanpa dibarengi tambahan cadangan dari lapangan eksplorasi dan pengembangan yang baru saat ini. 

“Potensi gas harus segera diproduksikan sehingga kekhawatiran potensi menjadi net importir gas pada 2042 tidak terjadi, dan produksi gas terus meningkat memenuhi kebutuhan domestik,” kata Nanang seperti dikutip dari siaran pers, Rabu (23/8/2023). 

Berdasarkan data SKK Migas, lebih dari 50 persen sumur eksplorasi yang dibor mengandung cadangan gas baru. Malahan, sepanjang 2022, success ratio mencapai 81 persen dan pada semester I/2023 tingkat keberhasilan penemuan cadangan gas mencapai 100 persen. 

Sementara itu, 70 persen dari total plan of Development (PoD) yang diajukan merupakan pengembangan lapangan gas. 

Sejauh ini, beberapa lapangan gas baru sedang dalam proses pengembangan, antara lain Lapangan Andaman di lepas pantai Aceh, Lapangan Mako di kawasan Natuna, IDD Fase 2 (Gendalo dan Gendang) di Kalimantan Timur, Asap Kido Merah di Papua dan Lapangan Abadi, Masela di Maluku. 

Produksi gas dari lapangan-lapangan yang baru dikembangkan tersebut diproyeksikan akan memberikan kontribusi sekitar 60 persen bagi produksi gas nasional pada 2030, dan naik menjadi 80 persen pada 2035. 

Namun, tanpa dibarengi penemuan cadangan baru dan pengembangan lapangan, lonjakan produksi gas nasional dikhawatirkan hanya terjadi sesaat, sebelum kemudian mengalami penurunan menjelang 2040. 

Padahal, volume konsumsi gas diperkirakan naik 298 persen pada 2050 seiring target Indonesia untuk menjadi salah satu negara dengan produk domestik bruto (PDB) terbesar di dunia. Terlebih dalam era transisi energi, peranan gas akan semakin kuat. Oleh karena itu, pengembangan lapangan gas harus segera dilakukan. 

“Mengacu pada BP Outlook 2021, Reserves to Production gas Indonesia dua kali lebih besar dibanding minyak bumi,” kata Nanang. 

Seperti diberitakan sebelumnya, Indonesian Petroleum Association (IPA) dan lembaga riset energi Wood Mackenzie memproyeksikan Indonesia dapat bergeser menjadi net importir gas bumi pada 2040 di tengah tren permintaan gas domestik yang tinggi tanpa diimbangi pertumbuhan produksi. 

Proyeksi itu tertuang dalam paket kebijakan atau white paper yang disusun dengan tajuk 'Achieving Resilience in the Energy Transition to Safeguard Indonesia’s Economic Growth & Sustainable Development' yang resmi disampaikan saat agenda IPA Convex, BSD Tangerang, Selasa (25/7/2023).  

Direktur Riset Hulu dan Manajemen Karbon Wood Mackenzie Andrew Harwood mengatakan, proyeksi itu ditopang minimnya investasi serta kegiatan eksplorasi di sisi hulu migas Indonesia untuk mengimbangi tren peningkatan permintaan dari dua pasar yang bergeliat saat ini, industri dan pembangkit listrik. 

“Kami lihat hari ini dengan penurunan produksi migas dan tumbuhannya permintaan domestik, Indonesia bisa beralih dari net eksportir gas bumi menjadi net importir,” kata Andrew saat membuka panel IPA Convex hari ke-2, BSD Tangerang, Rabu ( 26/7/2023). 

Wood Mackenzie memproyeksikan permintaan dari sektor industri bakal tumbuh signifikan lewat skenario bisnis biasanya (business as usual) dan optimistik masing-masing 4,8 persen dan 10,3 persen tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata investasi (compound annual growth rate/CAGR) untuk beberapa dekade mendatang.  

Sementara itu, tanpa adanya investasi masif untuk sisi eksplorasi dan pengembangan lapangan baru, produksi migas domestik dipastikan bakal berada di bawah target 1 juta barel minyak per hari (bopd) dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (Bscfd) pada 2030 mendatang. 

 “Indonesia butuh pendekatan progresif di hulu, ini perlu didekati dan disikapi dengan cepat untuk menjaga ketahanan dan transisi energi di Indonesia,” kata Andrew.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper