Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Beras Tertinggi 15 Tahun Terakhir, Inflasi Pangan Ancam Asia dan Afrika

Harga beras yang melonjak ke level tertinggi sejak 15 tahun terakhir di Asia menimbulkan kekhawatiran harga makanan akan semakin mahal.
Buruh pelabuhan menurunkan beras impor asal Vietnam dari kapal kargo di Pelabuhan Malahayati, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Kamis (5/1/2023)./Antara
Buruh pelabuhan menurunkan beras impor asal Vietnam dari kapal kargo di Pelabuhan Malahayati, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Kamis (5/1/2023)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Harga beras melonjak ke level tertinggi dalam hampir 15 tahun di Asia. Hal ini meningkatkan kekhawatiran bahwa harga makanan akan semakin mahal, terutama bagi orang-orang yang kurang berkecukupan di dunia. 

Menurut data dari Asosiasi Eksportir Beras Thailand pada Rabu (9/8), jenis Thai white rice 5 percent broken, atau kategori beras putih dengan butiran panjang yang diketahui sebagai patokan di Asia, melonjak menjadi US$648 per ton, paling mahal sejak Oktober 2008 dan membawa kenaikan harga hampir 50 persen dalam setahun terakhir. 

Sementara itu, indeks Harga Beras Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) PBB, yang melacak harga-harga di negara-negara pengekspor utama, mencapai rata-rata 129,7 poin di bulan Juli 2023, naik 2,8 persen dibandingkan 126,2 poin di bulan sebelumnya.

Angka indeks harga beras ini mencapai level tertinggi sejak September 2011. Indeks bulan Juli naik nyaris 20 persen dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 108,4.

Beras menjadi makanan utama bagi miliaran orang Asia dan Afrika. Beras menyumbang sebanyak 60 persen dari total asupan kalori bagi orang-orang di beberapa bagian Asia Tenggara dan Afrika. Bahkan, negara-negara seperti Bangladesh meningkat sebesar 70 persen. 

Tak hanya itu, India, yang menjadi eksportir teratas dengan menyumbang 40 persen perdagangan dunia, juga membatasi ekspor untuk melindungi pasar lokalnya. 

Lonjakan tersebut dapat memberikan tekanan bagi pasar makanan global yang sudah dihadapkan dengan cuaca ekstrim dan konflik di Ukraina.

“Harga beras yang lebih tinggi akan berkontribusi pada inflasi pangan, khususnya bagi rumah tangga miskin di negara-negara konsumen beras utama di Asia,” jelas peneliti senior di International Food Policy Research Institute di Washington, Joseph Glauber, seperti dikutip Bloomberg, Kamis (10/8/2023).

Kekhawatiran yang meningkat atas pasokan global yang lebih ketat menimbulkan gelombang baru pada proteksionisme perdagangan lantaran pemerintah berupaya memastikan cadangan yang cukup.

Kembalinya pola cuaca El Nino yang meningkatkan risiko kekeringan tanaman padi di Asia menambah kekhawatiran tersebut. 

Profesor Emeritus di Universitas Harvard, yang mempelajari ketahanan pangan selama beberapa dekade, Peter Timmer, mengatakan bahwa beras adalah komoditas yang lebih berharga, sebelum El Nino dimulai dan meningkatnya serangan terhadap ekspor gandum dan jagung Ukraina. 

Tak hanya itu, Timmer memperkirakan bahwa harga bisa naik lebih lanjut sebesar US$100 per ton dalam enam hingga 12 bulan ke depan. 

“Pertanyaan besarnya adalah apakah kenaikan harga akan bertahap, memberi konsumen waktu untuk menyesuaikan diri tanpa panik, atau apakah akan ada lonjakan cepat hingga US$1.000 per ton atau lebih tinggi,” jelas Timmer. 

Sebagai catatan, Timmer bekerja dengan pemerintah Asia, dalam tanggapan kebijakan selama krisis pangan 2008. 

Dapat diketahui, Thailand selaku pengirim terbesar kedua di dunia, mendorong petani untuk beralih ke tanaman yang membutuhkan lebih sedikit Air. 

Ekonom senior di Maybank Investment Banking Group di Singapura, Chua Hak Bin, mengatakan bahwa risiko terbesar adalah apakah El Nino dan perubahan iklim akan mengganggu produksi pertanian, dan mendorong inflasi pangan secara keseluruhan lebih tinggi. 

Ekspor Vietnam

Di tengah kenaikan harga di Asia, Vietnam justru mencatat kenaikan ekspor beras. Data Bea Cukai Vietnam mencatat ekspor beras Vietnam pada Juli 2023 naik 6,9 persen dari bulan sebelumnya menjadi 660.738 metrik ton.

Selama tujuh bulan pertama tahun ini, pengiriman beras dari Vietnam naik 21 persen dari tahun sebelumnya menjadi 4,89 juta ton.

Pemerintah Vietnam sebelumnya mengatakan tidak memiliki rencana untuk membatasi ekspor beras, terlepas dari pembatasan ekspor India.

"Saat ini, perusahaan-perusahaan Vietnam mengekspor beras secara normal," ujar Asosiasi Pangan Vietnam Nguyen Ngoc Nam pekan lalu, seperti dilansir Reuters.

Asosiasi Pangan Vietnam mewakili para pengolah dan eksportir beras di negara tersebut dan bekerja sama dengan pemerintah. Vietnam merupakan pengekspor beras terbesar ketiga di dunia setelah India dan Thailand.

Nam mengatakan bahwa harga beras Vietnam telah melonjak sejak langkah India pada tanggal 20 Juli. Di sisi lain, panen musim panas-musim gugur sedang berlangsung di Vietnam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper