Bisnis.com, JAKARTA — ExxonMobil menghadapi kompleksitas yang lebih tinggi dalam menggarap pengembangan sumur Banyu Urip.
Presiden ExxonMobil Indonesia Carole Gall mengakui pengerjaan optimasi pengembangan lapangan (OPL) Banyu Urip awal tahun depan memiliki tantangan yang serius.
Carole mengatakan sumur yang akan ditajak relatif memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi jika dibandingkan dengan pengembangan sumur pada program pengeboran ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) di tahun 2013 dan 2016 lalu.
“Kami menyadari OPL Banyu Urip untuk pengeboran sumur infil dan clastic itu tidak akan berjalan mudah, sumurnya terbilang kompleks,” kata Carole saat penandatanganan kontrak rig dari PT Pertamina Drilling Services Indonesia (PDSI) di kantor SKK Migas, Jakarta, Kamis (10/8/2023).
Seperti diketahui, EMCL berkomitmen untuk melakukan pengeboran 5 sumur infill carbonate dan 2 sumur clastic yang ditargetkan first oil pada 2028 mendatang. OPL itu sudah disetujui SKK Migas sejak September 2021 lalu.
SKK Migas memperkirakan OPL itu dapat menambah cadangan minyak dari lapangan Banyu Urip di angka 42 juta barel minyak (MMBO) nantinya.
Baca Juga
“Kita siap untuk melakukan rencana pengembangan selanjutnya dan berkontribusi lebih aktif pada peningkatan produksi minyak Indonesia,” kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, SKK Migas bersama dengan operator Blok Cepu, EMCL mempercepat jadwal OPL Banyu Urip ke Februari 2024, setelah sebelumnya ditenggat pada September tahun depan.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan percepatan OPL Banyu Urip itu diharapkan dapat meningkatkan produksi tambahan lapangan sekitar 18.000 barel minyak per hari (bopd) di tengah penyusutan produksi yang serius beberapa tahun terakhir.
“Sekarang itu produksinya Blok Cepu 157 bopd dan dengan potensi yang dua infill dan clastic itu ada kenaikan sekitar 18 ribu, jadi tentu [EMCL] akan kembali jadi [produsen] nomor satu,” kata Dwi saat ditemui selepas penandatangan kontrak rig antara EMCL dengan PT Pertamina Drilling Services Indonesia (PDSI) di kantor SKK Migas, Jakarta, Kamis (10/8/2023).
Adapun, kontrak pengadaan rig untuk OPL lapangan Banyu Urip dimenangkan oleh PDSI, dengan kesepakatan 7 sumur tajak nantinya.
Penandatanganan dilakukan oleh Muhammad Nurdin Senior Vice President Production ExxonMobil Indonesia dan Rio Dasmanto Direktur Utama PDSI yang disaksikan Dwi, Deputi Dukungan Bisnis Rudi Satwiko, Deputi Eksploitasi Wahju Wibowo, Carole Gall dan jajaran terkait.
“Setelah eksplorasi dua ini nanti kita lihat, mudah-mudahan cadangan dan reservoir-nya mendukung untuk dapat yang lebih besar,” kata Dwi.
Berdasarkan penilaian teknis, cadangan minyak Lapangan Banyu Urip di Blok Cepu telah meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi 940 juta barel minyak dari 450 juta barel minyak saat final investment decision (FID). Meski demikian, tingkat produksi minyak dari Lapangan Banyu Urip itu kini sudah mulai menurun secara alamiah.
Kegiatan produksi minyak Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu, dimulai pada 2008 dan fasilitas produksi utama mulai dioperasikan pada kuartal 4 tahun 2015. Kontrak Kerja Sama (KKS) Cepu ditandatangani pada 17 September 2005, mencakup wilayah kontrak Cepu di Jawa Tengah dan Jawa Timur. ExxonMobil Cepu Limited (EMCL), Ampolex Cepu Pte Ltd., PT Pertamina EP Cepu dan empat Badan Usaha Milik Daerah: PT Sarana Patra Hulu Cepu (Jawa Tengah), PT Asri Dharma Sejahtera (Bojonegoro), PT Blora Patragas Hulu (Blora) dan PT Petrogas Jatim Utama Cendana (Jawa Timur) yang tergabung menjadi kontraktor di bawah KKS Cepu.
ExxonMobil memegang 45 persen dari total saham partisipasi Blok Cepu sisanya PEPC 45 persen dan BUMD 10 persen. KKS Cepu ini akan berlanjut hingga 2035.