Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS vs China Memanas Imbas Pelarangan Ekspor Bahan Baku Semikonduktor

Pemerintah China memastikan melarang ekspor bahan baku semikonduktor, yaitu mineral galium dan germanium. AS siapkan 'serangan balasan'.
Bendera Amerika Serikat dan China berkibar di luar Gedung Putih saat anggota Secret Service berjaga di Washington, D.C., AS, pada Senin, 17 Agustus 2011. Hu Jintao, Presiden China, tiba di Washington untuk kunjungan kenegaraan pertamanya ke AS./Bloomberg
Bendera Amerika Serikat dan China berkibar di luar Gedung Putih saat anggota Secret Service berjaga di Washington, D.C., AS, pada Senin, 17 Agustus 2011. Hu Jintao, Presiden China, tiba di Washington untuk kunjungan kenegaraan pertamanya ke AS./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Perseteruan antara Amerika Serikat (AS) vs China kian memanas akibat imbas dari pelarangan ekspor bahan baku semikonduktor oleh Presiden Xi Jinping.

Pemerintah China memastikan melarang ekspor bahan baku semikonduktor, yaitu mineral galium dan germanium mulai pada Selasa (1/8/2023). Para pedagang bersiap menghadapi penurunan pasokan internasional sementara eksportir memilah izin baru yang diperlukan. 

China, pemasok utama untuk logam galium dan germanium yang digunakan untuk semikonduktor, mengumumkan pembatasan ekspor delapan produk galium dan enam germanium pada awal Juli 2023 dengan alasan keamanan nasional. 

Pelarangan ekspor galium dan germanium  mengancam laju penjualan otomotif yang sejak tahun lalu dirongrong kelangkaan cip semikonduktor di pasar global. 

Pasalnya, galium dan germanium biasa digunakan sebagai material cip semikonduktor untuk berbagai peralatan elektronik. Bukan itu saja, cip semikonduktor berkecepatan tinggi inipun dipergunakan bagi perangkat produk otomotif, terutama bagi unit mobil listrik.

Kedua material ini bahkan digunakan hampir pada perangkat elektronik, kabel fiber optic, hingga sensor. Ketergantungan terhadap galium dan germanium secara global cukup tinggi.

Di sisi lain, China merupakan salah satu eksportir terbesar galium dan germanium. Mengacu data Shanghai Metals Market (SMM), China merupakan produsen galium primer dengan volume produksi mencapai 800 ton per tahun.

Lebih jauh, berdasarkan data Critical Raw Materials Alliance (CRMA) Eropa, negara yang dipimpin Xi Jinping itu menguasai 80 persen galium dan 60 persen germanium dunia.

Konsultan CRU yang berbasis di London, Willis Thomas, juga mengatakan bahwa stok di luar China, yang dapat bertahan selama dua hingga tiga bulan, perlu dimanfaatkan sementara oleh para pedagang, menunggu persetujuan izin ekspor dari Beijing. 

Pada saat yang sama, pembatasan ekspor ini diperkirakan akan menyebabkan surplus yang semakin besar dari produk-produk tersebut di China.

Thomas juga mengatakan bahwa harga akan naik dan tetap bertahan di level yang tinggi selama beberapa bulan ke depan, sebelum mendingin di akhir tahun karena ekspor China dan pasokan luar negeri diperkirakan akan meningkat. 

Namun, pihak Kementerian Perdagangan China juga tidak segera menanggapi permintaan komentar.

AS Siapkan Aksi Balasan 

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden diperkirakan akan mengeluarkan perintah eksekutifnya untuk menyaring investasi keluar dalam teknologi sensitif China awal minggu depan.

Pekan lalu, China telah resmi membatasi ekspor beberapa jenis gallium yang digunakan untuk semikonduktor. Produk yang menjadi komponen utama industri teknologi modern.  

Menurut sumber Reuters, perintah tersebut diberikan untuk mencegah modal dan keahlian AS mempercepat pengembangan teknologi yang akan mendukung modernisasi militer China. Kondisi yang diyakini mengancam keamanan nasional AS. 

Perintah tersebut diperkirakan menargetkan ekuitas swasta AS, modal ventura, dan investasi usaha patungan di China dalam bidang semikonduktor, komputasi kuantum, dan kecerdasan buatan.

Sebagian besar investasi yang termasuk dalam perintah tersebut, harus memberitahu kepada pemerintah. Beberapa transaksi juga akan dilarang. 

Sumber itu menyebutkan pemerintah telah mengadakan pertemuan dengan para pemangku kepentingan, dan telah berkonsultasi dengan para sekutu. Topik ini juga muncul pada bulan lalu, yakni pada kunjungan dan pertemuan Menteri Keuangan AS, Janet Yellen, dengan para pejabat China.

“[Pembatasan tersebut] sangat ditargetkan, dan jelas diarahkan, secara sempit, pada beberapa sektor di mana kita memiliki masalah keamanan nasional yang spesifik." jelas Yellen, seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (5/8). 

Yellen juga mengatakan bahwa perintah tersebut akan diberlakukan secara transparan, melalui proses pembuatan peraturan yang memungkinkan masukan dari publik. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman
  1. 1
  2. 2
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper