Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyoroti permasalahan gempuran produk impor yang membuat beberapa subsektor manufaktur oleng pada 2023.
Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani menyebutkan dalam mempertahankan kinerja manufaktur nasional, pemerintah harus membenahi pasar domestik, termasuk permasalahan volume impor.
Hal ini karena, menurutnya kini di tengah ketidakstabilan ekonomi global, pasar domestik menjadi pangsa pasar andalan industri manufaktur.
“Pemerintah harus memiliki supervisi dan enforcement impor yang lebih baik. Ini khususnya perlu ditargetkan pada supervisi yang lebih ketat atas impor barang konsumsi dan peningkatan disiplin penegakan hukum,” tutur Shinta kepada Bisnis, dikutip Kamis (6/7/2023).
Lebih lanjut Shinta menjelaskan, pengetatan importasi barang tersebut guna meminimalisir maraknya impor ilegal, termasuk memberantas oknum dalam negeri yang terlibat di dalamnya.
Selain itu, menurut Shinta pemerintah juga harus mengevaluasi kompetisi dagang di pasar domestik agar tidak ada kecurangan seperti dumping yang dilakukan oleh negara pengimpor.
Baca Juga
Shinta menyebut, Indonesia kerap kali dituduh sebagai negara yang banyak melakukan kecurangan dalam perdagangan internasional, seperti melakukan dumping dan subsidi dagang. Namun, Indonesia justru jarang menuduh negara lain melakukan hal yang sama.
“Ini khususnya perlu ditargetkan pada produk impor yang sebetulnya punya substitusi langsung di dalam negeri,” tambahnya.
Lalu, dari segi produk, menurutnya, pemerintah juga harus andil dalam meningkatkan kualitas, agar produk industri dalam negeri dapat bersaing secara seimbang dengan produk luar negeri.
“Akan lebih baik bila program ini sifatnya lintas Kementerian atau Lembaga agar isu-isu daya saing di dalam supply chain manufaktur nasional bisa diatasi secara bersamaan, bukan hanya kualitas produk manufaktur di hilirnya saja,” kata pemilik Sintesa Group tersebut.
Terlebih, menurutnya industri manufaktur nasional hingga kini masih berkelit dengan permasalahan suplai bahan baku ataupun bahan baku penolong dalam negeri yang tidak memadai sesuai dengan kebutuhan industri.
“Ini penting karena impor terbesar kita adalah impor bahan baku ataupun bahan baku penolong,” tutupnya.