Bisnis, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) tengah bersiap untuk melaksanakan redenominasi rupiah, wacananya yang sudah digaungkan sejak 2010. Namun, Langkah ini dinilai ekonom belum tepat dilakukan tahun ini karena pasar global masih diliputi ketidakpastian.
Baik buruk redenominasi rupiah menjadi salah satu berita pilihan yang dirangkum dalam Bisnisindonesia.id, edisi Selasa (27/6/2023). Selain itu, ada pula ulasan komprehensif lainnya untuk pembaca seperti tugas berat bank sentra kawal inflasi serta kinerja cemerlang bank investor Jepang.
1. Baik Buruk Redenominasi Rupiah
Seperti banyaknya wacana di Indonesia, ide mengurangi tiga angka nol dari Rp1.000 menjadi Rp1 ini masih mengalami berbagai kendala, termasuk implementasinya nanti yang mungkin dimanfaatkan segelintir pihak.
Ekonom Mirae Asset Sekuritas Rully Wisnubroto mengatakan redenominasi rupiah adalah langkah yang cukup positif, meski secara riil tidak akan berdampak kepada nilai tukar.
"Sebetulnya hal ini lebih merupakan langkah simbolik saja, untuk meningkatkan kepercayaan, terutama masyarakat Indonesia bahwa nilai tukar rupiah tidak dinilai sangat lemah," katanya kepada Bisnis.
Baca Juga
2. Tugas Berat Bank Sentral Kawal Inflasi Berkepanjangan
Kenaikan suku bunga oleh bank sentral di negara-negara untuk meredam inflasi yang berkepanjangan seperti saat ini berarti bahwa kondisi sudah makin serius. Bank sentral makin kesulitan karena tidak punya alternatif selain terus mengerek suku bunga.
Saat ini sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat dan Eropa telah melihat pelemahan inflasi. Hal itu menjadi salah satu dampak dari pengetatan kebijakan moneter yang serempak dilakukan di berbagai belahan dunia.
Namun, ternyata jeratan inflasi belum berakhir. "Meskipun pengetatan kebijakan yang paling intensif telah dilakukan, upaya untuk menjaga stabilitas harga akan menjadi bagian yang tersulit," ungkap Kepala Ekonom Bank for International Settlements Claudio Borio kepada surat kabar German FAZ.
Pada saat yang sama, lembaga yang dimiliki oleh bank-bank sentral dunia ini menyerukan bahwa siklus kenaikan suku bunga global memasuki masa paling menantang.
3. Kinerja Cemerlang Bank Milik Investor Jepang
Bank-bank besutan korporasi keuangan asal Negeri Matahari Terbit kompak mencetak kinerja laba yang cukup baik pada kuartal pertama tahun ini, bahkan beberapa berhasil membalikkan kondisi kerugian yang dialami tahun lalu.
PT Bank JTrust Indonesia Tbk. (BCIC), misalnya, telah mencatatkan laba bersih Rp73,23 miliar pada kuartal I/2023. Kondisinya berbalik dari periode yang sama tahun sebelumnya dengan rugi bersih mencapai Rp728 juta.
Direktur Utama JTrust Bank, Ritsuo Fukadai, mengatakan bahwa peningkatan kinerja bank itu dipicu oleh pertumbuhan kredit bruto 61,58 persen secara tahunan (year-on-year/ YoY) menjadi Rp20,06 triliun pada tiga bulan pertama tahun ini.
Segmen corporate banking, commercial, usaha kecil dan menengah (UKM), business linkage, serta kredit konsumer menjadi penopang utama pertumbuhan kredit. Ekspansi kredit juga terbilang agresif dan dilakukan secara selektif.
4. Kutukan Papan Pemantauan Khusus Bagi Emiten Fundamental Lemah
Investor perlu berhati-hati dalam memutuskan untuk membeli saham-saham di papan pemantauan khusus yang harganya sudah anjlok bahkan lebih rendah dari level Rp50. Sentimen negatif dan buruknya fundamental berisiko menurunkan harganya hingga ke level Rp1.
Tercatat ada 12 saham di papan pemantauan khusus yang harganya sudah di bawah Rp50. Kondisi likuiditas dan fundamental yang kurang baik memperparah kondisi tersebut.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Martha Christina, mengatakan bahwa untuk saham-saham yang berada di level gocap atau di bawahnya terutama yang berada di papan pantauan khusus sebaiknya dihindari terlebih dahulu.
“Kondisi market sedang diliputi ketidakpastian,” katanya kepada Bisnis.
Martha menyebutkan bahwa sebaiknya investor memilih saham-saham yang lebih likuid dan berfundamental baik, serta memiliki prospek jangka panjang yang bagus.
5. Jurus Terakhir KAI Commuter Usai Rencana Impor Kereta Ditolak
Rencana PT Commuter Indonesia untuk mengimpor kereta bekas listrik dari pupus sudah. Kini, anak usaha PT Kereta Api Indonesia (Persero) mulai menyusun langkah retrofit belasan kereta bekas.
Sejak tahun lalu, pengajuan impor kereta bekas untuk KAI Commuter telah ditolak mentah-mentah oleh Kementerian Perindustrian. Alasannya, impor kereta bekas tak mencerminkan dukungan produk dalam negeri.
Kendati melewati berbagai 'drama' dalam upaya impor kereta bekas ini, pemerintah pada akhirnya kompak untuk tidak memberi izin bagi perusahaan plat merah memasok gerbong bekas dari Negeri Samurai.
Dalam pengertingan, retrofit dimaknai sebagai upaya penambahan teknologi atau fitur baru pada sistem lama, dalam hal ini kereta bekas. Retrofit dilakukan seiring dengan kondisi kereta yang sudah lanjut usia.