Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan aturan baru terkait dengan harga rumah subsidi yang mendapatkan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 60/PMK.010/2023.
Berdasarkan beleid anyar tersebut, setiap rumah mendapatkan fasilitas berupa pembebasan PPN sebesar 11 persen dari harga jual rumah tapak atau sekitar Rp16 juta sampai dengan Rp24 juta untuk setiap unit rumah.
Selain itu, batasan harga jual maksimal rumah tapak yang diberikan pembebasan PPN menjadi antara Rp162 juta sampai dengan Rp234 juta untuk tahun 2023 dan antara Rp166 juta hingga Rp240 juta pada 2024 untuk masing-masing zona.
Pada peraturan sebelumnya, batasan maksimal harga rumah tapak yang dibebaskan PPN antara Rp150,5 juta sampai dengan Rp219 juta. Kenaikan batasan ini mengikuti kenaikan rata-rata biaya konstruksi sebesar 2,7 persen per tahun berdasarkan Indeks Harga Perdagangan Besar.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan aturan baru ini bertujuan, antara lain, meningkatkan ketersediaan rumah, serta meningkatkan akses pembiayaan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Menurutnya, fasilitas pembebasan PPN ini juga akan berdampak positif pada perekonomian nasional, termasuk terhadap investasi industri properti dan industri pendukungnya, penciptaan lapangan pekerjaan, dan peningkatan konsumsi masyarakat.
Baca Juga
“Fasilitas pembebasan PPN ini ditujukan untuk mendukung penyediaan setidaknya 230.000 unit rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang ditargetkan oleh Pemerintah,” ujarnya dikutip dari keterangan resmi di laman Kementerian Keuangan, Senin (19/6/2023).
Menurutnya, sejak berlakunya Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) tahun 2010, lebih dari dua juta masyarakat berpenghasilan rendah yang mendapatkan rumah subsidi.
“Pembaruan fasilitas Pembebasan PPN ini menjadi instrumen pemerintah untuk menambah lagi jumlah rumah yang disubsidi sehingga lebih banyak masyarakat yang dapat membeli rumah layak huni dengan harga terjangkau,” kata Febrio.
Selain dari sisi harga, pemerintah juga menjamin kelayakan hunian dengan mematok luas minimum bangunan rumah dan tanah yang diberi fasilitas. Dengan demikian, ada lima syarat agar masyarakat dapat memanfaatkan fasilitas untuk rumah umum ini.
Pertama, luas bangunan antara 21-36 meter persegi (m2). Kedua, luas tanah antara 60-200 m2. Ketiga, harga jual tidak melebihi batasan harga dalam PMK.
Keempat merupakan rumah pertama yang dimiliki oleh orang pribadi yang termasuk dalam kriteria MBR, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal, dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu empat tahun sejak dimiliki.
Kelima adalah memiliki kode identitas rumah yang disediakan melalui aplikasi dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) atau BP Tapera.
Di sisi lain, fasilitas pembebasan PPN juga diberikan untuk pondok boro bagi koperasi buruh, koperasi karyawan, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah.
Pemerintah juga membebaskan PPN untuk penyerahan asrama mahasiswa dan pelajar kepada universitas atau sekolah. Terakhir, pembebasan PPN juga diberlakukan untuk penyerahan rumah pekerja oleh perusahaan kepada karyawannya sendiri dan tidak bersifat komersial.
Pemerintah melalui Kementerian PUPR juga memberikan bantuan subsidi selisih bunga. Subsidi ini bertujuan agar MBR dapat membayar cicilan rumah dengan tingkat bunga sebesar 5 persen.
Dengan demikian, total manfaat yang akan diterima untuk setiap rumah subsidi selama masa pembayaran cicilan rumah dengan bantuan subsidi dan pembebasan PPN berkisar antara Rp187 juta sampai dengan Rp270 juta.