Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyoroti permasalahan penyelesaian negosiasi amandemen perjanjian jual beli listrik atau power purchase agreement (PPA) antara PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN dengan pengembang listrik swasta atau independent power producer (IPP).
Permasalahan itu berkaitan dengan negosiasi amandemen PPA 48 pembangkit energi baru terbarukan (EBT) di sistem Sumatra yang alot beberapa tahun terakhir.
“Kementerian ESDM memang melakukan monitoring terhadap kemajuannya setiap 3 bulanan,” kata Plt Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana saat dikonfirmasi, Minggu (18/6/2023).
Berdasarkan laporan Kementerian ESDM, total kapasitas pembangkit EBT yang belakangan terkendala negosiasi amandemen itu mencapai 342,91 megawatt (MW).
Saat ini terdapat 3 proyek sudah beroperasi komersial atau commercial operation date (COD) dengan kapasitas 18,42 MW.
Kemudian terdapat 28 proyek masih tahap kontruksi dengan kapasitas 215,89 MW, 12 proyek dalam masa pendanaan dengan kapasitas 64,1 MW, 2 proyek PPA efektif total kapasitas 17,5 MW dan 3 proyek diputus terminasi sebesar 27 MW.
Baca Juga
Tidak hanya itu, data Kementerian ESDM juga mengungkapkan terdapat 2 proyek yang sudah mendapat sertifikat laik operasi (SLO) yakni Pembangkit Listrik Minihidro (PLTM) Aek Sisira Simande dan PLTM Anggoci yang belakangan tidak bisa beroperasi lantaran terkendala Surat Izin Pengambilan dan Pemanfaatan Air (SIPPA) dari Kementerian PUPR.
Kedua pembangkit itu memiliki potensi setrum mencapai 13,6 MW.
Dadan mengatakan terkendalanya amandemen pembangkit EBT disebabkan ketersediaan pendanaan dari pengembang, kesiapan infrastruktur pendukung serta pembebasan lahan.
Beberapa faktor itu, kata dia, memerlukan penyesuaian kembali di dalam PPA bersama dengan PLN.
Dia menampik terkendalanya amandemen PPA pembangkit EBT itu menjadi sinyal belum efektifnya penerapan Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik di lapangan.
“Perpres 112 tidak mengatur untuk yang sudah ber-PPA. Tantangan di lapangan itu yang kemudian diperlukan penyesuaian dalam PPA, jadi tidak selalu terkait tarif,” kata dia.
Kendati demikian, Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (Ditjen Gatrik) Kementerian ESDM meminta PLN untuk berkoordinasi lebih intensif untuk penyelesaian amandemen tersebut. Koordinasi itu berkaitan dengan rekomendasi kementerian agar penyelesaian amandemen negosiasi PPA itu dapat disesuaikan dengan Perpres Nomor 112 Tahun 2022.
Rekomendasi itu disampaikan Ditjen Gatrik lewat surat Nomor B-2673/TL.03/DJL.2/2022 tanggal 20 Desember 2022 perihal Detail Tindak Lanjut Monev dan Rekomendasi Percepatan Realisasi RUPTL PLN 2021-2030 Periode TW III Tahun 2022.
Di sisi lain, PLN terus berkoordinasi secara intensif dengan pihak-pihak terkait dalam melakukan negosiasi hingga tercapai kesepakatan bersama dengan pengembang.
Executive Vice President Komunikasi Korporat dan TJSL PLN Gregorius Adi Trianto mengatakan perseroan berkomitmen untuk terus mengembangkan kapasitas terpasang pembangkit EBT di sistem kelistrikan dalam negeri.
“Beberapa amandemen PPA dilakukan karena pengembang belum mendapatkan pendanaan untuk proyek EBT yang sedang dilaksanakan. Terdapat juga pengembang yang bermohon mengajukan perubahan tarif jual beli listrik,” kata Greg.