Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menutup keran ekspor bijih bauksit per 10 Juni 2023 sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 (UU Minerba).
Kebijakan pelarangan ekspor bauksit diperkirakan akan memberikan dampak kepada ribuan tenaga kerja. Berdasarkan perhitungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sebanyak 1.019 tenaga kerja untuk kegiatan produksi maupun penjualan berpotensi tidak dapat bekerja.
Adapun, larangan ekspor bauksit akan mengurangi ekspor bauksit sampai dengan sekitar 8,09 juta ton atau senilai US$288,52 juta atau setara Rp4,3 triliun (asumsi kurs Rp14.903 per US$) pada 2023.
Lalu, akan meningkat menjadi US$494,6 juta atau setara Rp7,4 triliun pada 2024. Terdapat kurang lebih 13,86 juta ton bauksit yang tidak diserap dalam negeri.
"Kemudian, penurunan penerimaan negara dari royalti bauksit sebesar US$49,6 juta," ujar Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, dikutip Senin (12/6/2023).
Namun demikian, dengan adanya pelarangan ekspor, pemerintah dapat meningkatkan nilai tambah dengan pengoptimalan pengolahan bijih bauksit melalui empat smelter bauksit yang telah beroperasi.
Baca Juga
Menurut Arifin, dengan pengoptimalan pengolahan dari empat smelter bauksit eksisting tersebut akan didapatkan tambahan nilai ekspor US$1,9 miliar dan akan menyerap tambahan tenaga kerja sebanyak 8.646 orang.
"Sehingga masyarakat masih mendapatkan manfaat bersih dari hilirisasi bauksit berupa nilai ekspor sebesar US$1,5 miliar dan penyerapan tenaga kerja 7.600 orang," katanya.