Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan memberlakukan pelarangan ekspor mineral mentah per 10 Juni 2023, khususnya untuk bijih bauksit.
Kebijakan pelarangan tersebut sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
"Mulai Juni 2023, pemerintah akan memberlakukan pelarangan ekspor bijih bauksit dan mendorong industri pengolahan dan pemurnian bauksit di dalam negeri," kata Jokowi, Rabu (21/12/2022).
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengalkulasi akan ada pengurangan ekspor bauksit sampai dengan sekitar 8,09 juta ton atau senilai US$288,52 juta atau setara Rp4,3 triliun (asumsi kurs Rp14.903 per US$) pada 2023 akibat kebijakan larangan ekspor.
Potensi nilai ekspor yang hilang akan meningkat menjadi US$494,6 juta atau setara Rp7,4 triliun pada 2024. Terdapat kurang lebih 13,86 juta ton bauksit yang tidak diserap dalam negeri.
Dampak lainnya, penurunan penerimaan negara dari royalti bauksit sebesar US$49,6 juta atau setara Rp739,2 miliar dan sebanyak 1.019 tenaga kerja untuk kegiatan produksi maupun penjualan berpotensi tidak dapat bekerja.
Baca Juga
"Namun, kami sampaikan bahwa saat ini ada empat smelter yang telah beroperasi dan selama ini belum bisa beroperasi penuh karena kekurangan suplai bahan bakunya. Ini bisa dipakai untuk memaskimalkan menyerap barang-barang yang tadinya larangan untuk ekspor," ujar Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, dikutip Jumat (9/6/2023).
Menurut Arifin, dengan pengoptimalan pengolahan dari empat smelter bauksit eksisting tersebut akan didapatkan tambahan nilai ekspor US$1,9 miliar dan akan menyerap tambahan tenaga kerja sebanyak 8.646 orang.
"Sehingga masyarakat masih mendapatkan manfaat bersih dari hilirisasi bauksit berupa nilai ekspor sebesar US$1,5 miliar dan penyerapan tenaga kerja 7.600 orang," katanya.