Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Soal Pembayaran Utang Minyak Goreng, Mendag: Fatwa Kejagung Tak Jelas

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyebut, pendapat hukum Kejaksaan Agung terkait pembayaran rafaksi minyak goreng membingungkan.
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan di Kantor Kemendag, Jakarta Pusat, Kamis (4/5/2023) - BISNIS/Ni Luh Angela.
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan di Kantor Kemendag, Jakarta Pusat, Kamis (4/5/2023) - BISNIS/Ni Luh Angela.

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perdagangan belum dapat memberikan kepastian terkait pembayaran selisih harga jual atau rafaksi minyak goreng.

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menyebut, pendapat hukum atau legal opinion (LO) yang diberikan Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait pembayaran utang pemerintah itu kepada produsen atau peritel minyak goreng membingungkan.

Politisi PAN itu menyampaikan, pendapat hukum yang diterima Kementerian Perdagangan (Kemendag) tidak jelas sehingga pihaknya belum bisa memberikan kepastian terkait pembayaran rafaksi minyak goreng kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

“Memang sudah ada jawaban dari Kejaksaan Agung tapi jawabannya itu bisa dibaca. Jadi sebetulnya suratnya nggak jelas juga, cuma ada jawabannya,” kata Zulhas dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (6/6/2023).

Kemendag sebelumnya meminta pendapat hukum dan pendampingan hukum ke Kejagung terkait pembayaran rafaksi minyak goreng. Pasalnya, dasar hukum pembayaran rafaksi tersebut, yakni Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.3/2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan Untuk Kebutuhan Masyarakat Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh BPDPKS telah dicabut.

Aturan itu digantikan dengan Permendag No.6/2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit. Dengan dicabutnya Permendag No.3/2022, BPDPKS belum bisa membayar rafaksi minyak goreng ke produsen dan peritel.

“Selanjutnya kita ingin, ini kan peraturannya nggak ada, kita minta fatwa yang terang [ke Kejagung], fatwanya itu kurang terang. Jadi zaman sekarang ini khawatir pak, susah, oleh karena itu kita hati-hati,” ujarnya.

Lantaran bingung dengan pendapat hukum dari Kejagung, Zulhas belum bisa mengarahkan BPDPKS untuk membayar rafaksi minyak goreng. Apalagi, Zulhas juga masih bingung dengan perbedaan angka yang diklaim oleh pengusaha dengan hasil verifikasi PT Sucofindo.

Adapun, klaim yang diajukan 54 pelaku usaha senilai total Rp812,72 miliar, sementara verifikasi PT Sucofindo sebesar Rp474,80 miliar.

Oleh karena itu, Zulhas meminta auditor negara Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ataupun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan verifikasi ulang terhadap pembayaran selisih harga.

“Kita minta auditor negara ngecek betul. Ada yang bilang Rp300 miliar, ada yang bilang Rp400 miliar, ada yang bilang Rp800 miliar, mana yang benar? Kalau sudah bayar, panjang itu ceritanya. Nanti yang dipanggil Mendag kan,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper