Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Milenial Makin Sulit Dapat Hunian, Ini Penjelasan Kemen PUPR

Data BPS 2022 mencatat backlog hunian di Indonesia mencapai 10,51 juta jiwa. 
Foto aerial salah satu perumahan subsidi di Ciampea, Bogor, Jawa Barat, Senin (6/1/2023). Bisnis/Himawan L Nugraha
Foto aerial salah satu perumahan subsidi di Ciampea, Bogor, Jawa Barat, Senin (6/1/2023). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur menyebutkan sejumlah tantangan klasik yang menghambat terealisasinya kemudahan kepemilikan rumah bagi masyarakat. 

Padahal, kebutuhan hunian semakin meningkat seiring dengan bertambahnya rumah tangga di Indonesia yang mencapai 1,13 juta per tahun. Bahkan, data BPS 2022 mencatat backlog hunian di Indonesia mencapai 10,51 juta jiwa. 

Kepala Seksi Pembiayaan Rumah Tapak, Subdirektorat Pola Pembiayaan Rumah Umum, Ratna Indriani mengatakan PUPR memiliki program sejuta rumah (PSR) yang menjadi acuan pemenuhan kebutuhan rumah dalam setahun. Namun, hal ini belum diikuti optimalisasi skema pembiayaan. 

"Di tahun 2023 ini, memang program yang berjalan baru atau hanya FLPP [Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan] dan pembiayaan Tapera, ada SBUM [Subsidi Bantuan Uang Muka] tapi itu hanya komplemen dari FLPP," kata Ratna dalam agenda Membangun Masa Depan Properti yang Inklusif dan Bekelanjutan, Senin (5/6/2023). 

Adapun, target penyaluran FLPP tahun 2023 yaitu sebanyak 220.000 unit dengan anggaran Rp25,18 triliun dan target pembiayaan Tapera yakni sebanyak 10.000 unit senilai Rp1,05 triliun. 

Sebagaimana diketahui, FLPP dikeluarkan untuk MBR berpenghasilan tetap dan tidak tetap, sedangkan Tapera untuk peserta pekerja formal seperti ASN berupa kepemikan rumah tapak dan Sarusun dan perbaikan rumah swadaya. 

Di sisi lain, pihaknya pun tengah menggodok skema pembiayaan untuk sektor informal lewat Tapera yang dtargetkan disalurkan sebanyak 50.000 unit rumah. 

Tak hanya dari segi pembiayaan, pemerintah pun melihat adanya ketidakseimbangan antara demand dan supply, kemudian belum optimalnya pengembangan segmentasi program pembiayaan perumahan. 

"Karena porsi kepesertaan Tapera itu sedikit, masih ASN sehingga ada bagian dari populasi atau demand ini yang tidak terlayani, ini yang dicoba untuk dikembangkan ke depan," jelasnya. 

Menurut Ratna, daya beli masyarakat saat ini masih rendah karena pasar perumahan saat ini tidak mencakup segmentasi MBR. 

Tantangan lainnya yaitu ketidakstabilan tingkat pemerataan penduduk di suatu wilayah dan belum efektifnya dukungan regulasi terhadap inklusivitas pembiayaan rumah. 

Namun, dia menunjukkan bahwa pihaknya kini sedang mengusulkan sejumlah pengembangan KPR Bersubsidi untuk menyelesaikan backlog perumahan. 

Beberapa di antaranya yaitu perluasan skema FLPP, KPR denga skema Staircasing Shared Ownership (SSO) dan KPR Mikro bertahap (Incremental Housing). 

Lebih lanjut, Ratna menjelaskan, setidaknya ada 4 faktor utama yang menentukan keberhasilan pemerintah dalam mengatasi backlog perumahan yaitu keterjangkauan pembiayaan, aksesibilitas perbankan, ketersediaan dana murah jangka panjang, serta keberlanjutan & meningkatkan nilai tambah. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper