Bisnis.com, JAKARTA — Capaian ekspor pada Maret 2023 tercatat mengalami kontraksi sebesar 11,3 persen year-on-year (yoy), sementara impor turun 6,2 persen (yoy).
Kendati demikian, Indonesia tetap mencatatkan surplus neraca perdagangan selama 35 bulan berturut-turut, yakni US$2,91 miliar per Maret 2023. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti kondisi surplus yang semakin menyempit tersebut.
“Ini tren yang harus kita waspadai karena sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global akibat geopolitik, inflasi tinggi, suku bunga tinggi, yang semua membuat perlemahan di dalam perekonomian negara maju tujuan ekspor,” jelasnya dalam APBN Kita, Senin (17/4/2023).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kondisi surplus pada Maret 2023 disumbang oleh ekspor sebesar US$23,5 miliar dengan impor mencapai US$20,59 miliar.
Perolehan surplus tersebut juga jauh lebih rendah dengan periode Maret 2022 (yang mengantongi surplus sebesar US$4,53 miliar.
Sementara itu, pelemahan yang terjadi seiring dengan kondisi perekonomian global yang melemah. Bahkan pertumbuhan ekonomi global dikoreksi ke bawah menjadi 2,8 persen pada 2023.
Baca Juga
Sri Mulyani menegaskan perlu kewaspadaan dalam kondisi ini, karena bercermin kepada Vietnam yang sebelumnya dikatakan resilien, namun saat ini mulai terlihat pelemahan yang terjadi.
Tercermin dari PMI manufaktur Vietnam yang masuk zona kontraksi si level 47,7 persen, sementara Indonesia masih ekspansif di level 51,9 persen.
“Vietnam yang selama ini cukup resilien sekarang mengalami pukulan pelemahan dari PMI manufkatur, akibat pelemahan negara tujuan ekspor,” katanya.