Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Apersi Bidik Penjualan Rumah Subsidi Capai 130.000 Unit di 2023

Apersi menargetakan penjualan rumah subsidi pada 2023 bisa mencapai 130.000 unit atau lebih tinggi dari realisasi tahun lalu.
Pekerja beraktivitas di proyek pembangunan perumahan subdisi di kawasan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (15/1/2022). Bisnis/Arief Hermawan P
Pekerja beraktivitas di proyek pembangunan perumahan subdisi di kawasan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (15/1/2022). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) menargetkan penjualan 130.000 unit rumah subsidi pada 2023. Hal ini seiring dengan optimisme pulihnya makroekonomi yang mendorong konsumsi di sektor properti. 

Sekretaris Jenderal Apersi, Daniel Djumali, mengatakan secara keseluruhan pihaknya membidik penjualan 150.000 unit yang mencakup 130.000 unit rumah subsidi dan 20.000 unit rumah komersial. 

"Kami target tahun ini salurkan 150.000 unit rumah subsidi dan komersil. Jadi 120.000-130.000 unit rumah subsidi dan sisanya itu rumah komersil," kata Daniel kepada Bisnis, Selasa (29/3/2023). 

Adapun, target yang dipasang Apersi tahun ini lebih tinggi dari realisasi penjualan pada 2021-2022 lalu. Pada 2021 lalu, Apersi mencatatkan penjualan 103.000 unit rumah subsidi.

Sementara itu, pada 2022, asosiasi yang anggotanya mayoritas pengembang rumah subsidi itu hanya mencatat penyaluran sebanyak 69.653 unit. Rumah yang ditawarkan oleh para pengembang Apersi tak lebih dari harga Rp350 juta. 

Optimisme Apersi dalam mencapai target penjualan itu didorong oleh kebutuhan hunian murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), sekaligus permintaan yang terlihat dari pertumbuhan kredit pemilikan rumah (KPR).

Berdasarkan laporan Survei Harga Properti Residensial (SHPR) dari Bank Indonesia triwulan IV/2022, pertumbuhan total nilai kredit KPR dan KPA secara triwulanan tercatat sebesar 7,79 persen (year-on-year/yoy), sedikit meningkat dibanding 7,73 persen (yoy) pada triwulan sebelumnya.  

Sementara itu, penyaluran KPR dan KPA secara triwulanan tercatat sebesar 2,77 persen yoy, melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh 3,27 persen yoy.

Di samping itu, pencairan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) pada triwulan IV/2022 tercatat sebesar Rp8,033 triliun atau meningkat 250,93 persen yoy, kembali tumbuh positif dari terkontraksi sebesar -10,02 persen pada triwulan sebelumnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Apersi, Junaidi Abdillah, mengatakan pihaknya membidik penjualan rumah subsidi di angka 100.000 unit pada 2023. Menurutnya, tahun lalu merupakan siklus pengembang untuk membangun rumah dan tahun ini merupakan waktunya penghabisan produk yang telah terbangun. 

"Pengembang ini ada siklus, siklus waktu produksi, kemudian penjualan itu ada waktunya. Tahun ini [2022] kami produksi, tetapi terhambat perizinan dan pembebasan lahan itu butuh waktu," kata Junaidi saat ditemui di Kementerian PUPR, beberapa waktu lalu. 

Inovasi Penyaluran KPR

Di sisi lain, Sekjen Apersi, Daniel Djumali menyoroti inovasi penyaluran KPR oleh perbankan. Dia menuturkan, saat ini pun ada berbagai inovasi dari perbankan yang dapat mendukung daya beli hunian bagi MBR.

Salah satunya yakni yang dilakukan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. atau BTN yang berencana menggunakan mesin pintar dalam proses persetujuan KPR. 

Meski uji coba yang dilakukan BTN saat ini hanya untuk pengajuan kredit minimal Rp750 juta, tapi dia menyatakan bahwa pihaknya akan memantau dan berharap inovasi tersebut dapat dipertimbangkan untuk harga rumah di bawahnya.

"Memang untuk Rp750 juta ke bawah itu mungkin masih banyak yang perlu diperbaiki kebijakannya, memang mesti hati-hati karena apalagi KPR subsidi itu banyak sekali persyaratan dan ketentuan yang berlakunya," ujarnya. 

Di sisi lain, dia juga mengharapkan rencana tersebut dapat diperluas jangkauannya untuk KPR di bawah Rp750 juta. Menurutnya, jika rencana BTN berhasil memberikan kemudahan, maka bukan tak mungkin MBR dapat memiliki kesempatan yang sama. 

Daniel mengaku mendengar banyak laporan terkait kendala catatan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK yang seringkali menggagalkan pencairan KPR bagi MBR yang terjerat pinjaman online (pinjol). 

Padahal, kebutuhan hunian untuk kaum milenial sangat tinggi. Berdasarkan catatan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terdapat sekitar 81 juta generasi milenial di Indonesia yang masih belum memiliki rumah.

"Pinjol itu sangat merusak sendi-sendi KPR. Terutama karena itu masuk SLIK OJK dan ini yang mesti diperhatikan betul. Jadi itu tugasnya OJK, supaya bagaimana itu dikaji lagi pengawasannya," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper