Bisnis.com, JAKARTA – Bank Dunia kembali memperingatkan ancaman perlambatan ekonomi global pada 2023, yang dibayangi oleh resesi global akibat pandemi Covid-19 dan krisis keuangan.
Perekonomian global pada tahun ini diproyeksikan tumbuh hanya 1,7 persen, dari perkiraan sebelumnya 3 persen.
Sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh 4,8 persen pada 2023, sedikit melambat dari pertumbuhan pada 2022, karena ditopang oleh konsumsi domestik yang solid.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia berpotensi melambat sejalan dengan proyeksi ke bawah pertumbuhan ekonomi global.
Dia menjelaskan, ekonomi global yang tumbuh melambat akan mempengaruhi perekonomian Indonesia, terutama pada kinerja ekspor dan investasi. Komponen lainnya dari pengeluaran PDB juga diperkirakan akan terpengaruh.
Kinerja net ekspor Indonesia pada 2023 diperkirakan cenderung melandai sejalan dengan potensi isasi harga komoditas ekspor seperti CPO, batubara dan mineral dasar di tengah potensi perlambatan ekonomi global.
Baca Juga
Di sisi investasi, perlambatan disebabkan oleh potensi laju/siklus belanja modal yang tertahan dari perusahaan swasta mengingat pertumbuhan belanja modal yang sudah cukup tinggi pada tahun lalu.
Selain itu, dari sisi domestik, investasi pada akhir 2023 diproyeksi cenderung terbatas jelang pelaksanaan Pemilu 2024. Secara historis, 4 Pemilu sebelumnya terdapat kecenderungan investor akan wait & see sekitar 1 kuartal sebelum Pemilu berlangsung dan cenderung kembali meningkat pasca pelaksanaan Pemilu.
“Meski demikian, investasi di sektor riil masih tetap solid mempertimbangkan reformasi struktural yang dilakukan Pemerintah setelah mengeluarkan Perppu No. 2/2022 yang diharapkan akan memberikan kepercayaan kepada investor bahwa reformasi struktural terus dilakukan untuk meningkatkan kemudahan berusaha,” katanya kepada Bisnis, Kamis (12/1/2023).
Di sisi lain, Josua memperkirakan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada 2023 cenderung stagnan atau sedikit melambat jika dibandingkan dengan laju konsumsi rumah tangga pada 2022.
Kondisi ini dipicu oleh transmisi kenaikan suku bunga acuan BI terhadap suku bunga perbankan yang diperkirakan mulai terindikasi pada tahun ini sehingga berpotensi mempengaruhi belanja masyarakat.
Selain itu, sektor industri padat karya nasional juga diperkirakan menghadapi tantangan yang berat di tengah kondisi perlambatan ekonomi global sehingga mendorong peningkatan PHK dan berpotensi mempengaruhi konsumsi sebagian masyarakat yang merupakan karyawan dari perusahan padat karya tersebut.
“Lebih lanjut, siklus komoditas diperkirakan menurun pada semester II tahun ini sehingga juga mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat yang berada di wilayah provinsi penghasil komoditas,” jelasnya.
Secara keseluruhan, Josua memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 akan mencapai kisaran 4,7 hingga 4,9 persen.