Bisnis.com, JAKARTA- Sepanjang 2022, masyarakat menghadapi lonjakan harga minyak goreng yang merupakan ketidaklaziman mengingat negeri ini merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia. Selama tahun ini, selain minyak goreng, berbagai peristiwa mempengaruhi kinerja perdagangan besar maupun ritel.
Setiap tahun, Indonesia memproduksi minyak sawit (crude palm oil/CPO) rata-rata sebanyak 50 juta ton. Anehnya, selama paruh pertama tahun ini, kelangkaan disusul dengan lonjakan harga minyak goreng mendera masyarakat.
Misalnya, minyak goreng kemasan yang biasanya Rp14.000 per liter, sejak November 2021 terus naik, hingga pada Januari menyentuh Rp22.000-Rp24.000 per liter. Sedangkan minyak goreng curah yang biasanya Rp11.000 per liter kemudian meroket hingga Rp18.000-Rp20.000 per liter.
Menteri Perdagangan yang kala itu masih dijabat Muhammad Lutfi kelimpungan, berbagai kebijakan seolah tak ampuh. Nahas, salah satu bawahannya selaku Dirjen Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana justru terlibat dalam tindak pidana korupsi terkait izin ekspor minyak sawit dan turunannya termasuk minyak goreng.
Selain Wisnu, ada juga beberapa petinggi perusahaan minyak goreng yang turut didakwa dalam kasus tersebut.
Di samping kasus minyak goreng, menjelang akhir 2022 kebijakan impor beras sebanyak 500.000 ton yang dilakukan pemerintah juga mendapat sorotan. Impor tersebut dilakukan justru setelah Indonesia memperoleh penghargaan lantaran Indonesia berhasil swasembada beras 3 bulan sebelumnya.
Baca Juga
Berikut rangkuman peristiwa seputar isu perdagangan, khususnya kasus minyak goreng dan polemik impor beras:
Permintaan CPO Global Meningkat
Kelangkaan minyak goreng berawal dari permintaan global terhadap komoditas CPO melonjak tajam. Hal inipun mempengaruhi neraca dagang Indonesia pada Januari 2022.
Ekspor Indonesia pada Januari 2022 menunjukkan pertumbuhan sebesar 25,31 persen (yoy), sebesar US$19,16 miliar. Faktor utama yang menjaga kinerja positif ini adalah ekspor komoditas andalan Indonesia yang tetap solid di tengah tren kenaikan harga yang masih berlangsung di beberapa komoditas, terutama pada harga komoditas minyak sawit yang saat itu menembus US$1.340 per metrik ton.
Penerapan DMO dan DPO
Melihat gelagat larinya CPO ke pasar global tanpa mengindahkan kebutuhan domestik, membuat pemerintah melalui Kementerian Perdagangan menerapkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) 20 persen dan Domestic Price Obligation (DPO) kepada eksportir minyak sawit pada 27 Januari 2022.
Faktor pemicu penerapan kebijakan saat itu yakni mulai langkanya CPO sebagai bahan baku minyak goreng. Bahan pangan tersebut telah merangkak naik, untuk minyak goreng kemasan yang biasanya Rp14.000 per liter, hingga menyentuh Rp24.000 per liter. Sedangkan minyak goreng curah yang biasanya Rp11.000 per liter mengalami kenaikan hingga Rp18.000-Rp20.000 per liter.
DMO sendiri merupakan batas wajib pasok yang mengharuskan produsen minyak sawit untuk memenuhi stok dalam negeri sesuai ketentuan. Misalnya, eksportir telah memperoleh izin ekspor 10 ton CPO, berarti wajib memasok 2 ton CPO untuk kebutuhan minyak goreng dalam negeri.
Sementara, DPO merupakan harga penjualan minyak sawit dalam negeri yang sudah diatur dalam Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 129/2022. Dalam beleid itu, harga minyak sawit dipatok Rp9.300 per kg dan sudah termasuk nilai PPN.
Larangan Ekspor CPO
Presiden Joko Widodo resmi mengeluarkan kebijakan larangan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) serta produk minyak goreng. Penutupan keran ekspor ini mulai berlaku mulai Kamis, 28 April 2022.
Hal tersebut ia ungkapkan seusai memimpin rapat tentang pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat bersama jajaran menteri, utamanya yang berkaitan dengan ketersediaan minyak goreng untuk kebutuhan domestik.
"Dalam rapat tersebut telah saya putuskan pemerintah melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng," kata Jokowi pada Jumat (22/4/2022).
Kuota Ekspor CPO Bocor
Meskipun pemerintah telah menerapkan larangan ekspor CPO sejak April 2022, kelangkaan bahan baku minyak goreng masih terjadi. Hal inipun mengarah pada dugaan adanya kebocoran kuota ekspor yang dilakukan pihak tertentu.
Pada akhirnya, berdasarkan penyelidikan Kejaksaan Agung, diduga ada kongkalikong antara pengusaha dan pejabat Kementerian Perdagangan. Salah satu terdakwa kasus ini cukup menghebohkan, yakni Webinanto Halimdjati atau biasa dikenal sebagai Lin Che Wei dengan status sebagai perantara.
Kemudian, Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia menetapkan 5 tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi kuota ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng.
Jaksa mendakwa perbuatan itu dilakukan kurun Januari 2022 hingga Maret 2022. Lin Che Wei melakukan perbuatannya bekerjasama dengan:
1. Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Indra Sari Wisnu Wardhana
2. Komisaris Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor
3. Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley MA
4. General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang
Jaksa Penuntut Umum mendakwa mereka karena merugikan keuangan negara sebesar Rp12,3 triliun.
Lakukan Impor Usai Dapat Penghargaan Swasembada Beras
Pada Agustus 2022, International Rice Research Institute (IRRI) memberikan penghargaan berupa sertifikat pengakuan kepada Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Jakarta, Minggu (14/8/2022). Penghargaan tersebut diberikan untuk mengapresiasi keberhasilan pemerintah Indonesia dalam mencapai swasembada beras 2019-2021.
Penghargaan itu seakan tak bermakna, manakala pada Desember muncul kebijakan impor beras. Pemerintah memutuskan untuk memberi izin impor beras sebanyak 500.000 ton kepada Bulog. Langkah ini diambil untuk memenuhi cadangan beras pemerintah (CBP) di Bulog yang menipis jelang akhir tahun.
Adapun, stok beras Bulog tercatat sebanyak 594.856 ton, yang terdiri atas 168.283 ton (28,29 persen) beras komersial dan 426.573 (71.71 persen) stok CBP hingga 21 November lalu. Sampai akhir tahun diperkirakan hanya tertinggal 200 ribu ton.
"Kalau Bulog bisa beli di dalam negeri, ada berasnya, tentu nggak usah masuk barang (impor). Tapi kalau nggak ada, ya nggak mungkin kita impor," ujar Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Rabu (7/12/2022).
Kementan Bantah Klaim Bulog
Sementara itu, Kementerian Pertanian (Kementan) pun mengklaim bahwa stok beras dalam negeri mencukupi hingga akhir tahun. Kementan mencatat stok beras di penggilingan mencapai 610.632 ton yang tersebar di 24 provinsi. Sehingga, kebijakan impor bisa dihindari.
Data Kementan didukung oleh Pemerintah Jawa Barat dan Jawa Timur yang mengklaim stok beras berlimpah, utamanya di wilayahnya. Sehingga, berharap Bulog menyerap stok petani dibandingkan harus impor.
Beberapa pakar menilai, tipisnya stok CBP di Bulog lantaran lembaga tersebut tidak menyerap beras saat masa panen di Februari, Maret, April. Sementara, Bulog justru menggalakan penyerapan beras petani saat bukan musim panen di akhir tahun.