Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan ekonom menilai Indonesia mesti mengantisipasi tantangan baik yang berasal dari sisi hulu maupun hilir demi menjaga kinerja manufaktur agar tetap berada di zona ekspansi.
Menurut Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal sektor manufaktur berhadapan dengan sejumlah persoalan besar, yakni peningkatan biaya produksi karena inflasi yang harus ditanggung oleh produsen.
"Mulai dari harga bahan baku, listrik, sampai dengan bahan bakar minyak [BBM]," kata Faisal, Kamis (1/12/2022).
Sementara di sisi hilir, Faisal menilai sudah terjadi perlambatan permintaan, khususnya di industri berorientasi ekspor seperti produk tekstil (garmen) dan alas kaki, yang kehilangan pasarnya di Amerika Serikat (AS), Eropa, dan Jepang.
Di sisi pasar domestik, pelaku industri manufaktur mesti mengantisipasi menurunnya permintaan yang terjadi secara musiman setiap Januari, meskipun akan mengalami peningkatan pada momentum akhir tahun seiring dengan adanya perayaan Natal dan Tahun Baru.
"Setelah Desember 2022, pelemahan patut diantisipasi. Risikonya, mungkin setelah Desember 2022 terjadi kontraksi secara moderat dan PMI berpotensi keluar dari zona ekspansi ke level 49 poin," kata Faisal.
Baca Juga
Kendati demikian, sejumlah sektor yang berkaitan dengan kebutuhan sehari-hari diperkirakan masih bisa menopang kinerja manufaktur awal tahun depan. Di antaranya, sektor makanan dan minuman, farmasi, serta industri kosmetik.
Sebagaimana diketahui, Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia kembali mengalami penurunan pada November 2022. S & P Global mencatat PMI manufaktur RI November 2022 sebesar 50,3 poin.
Menurut laporan S&P Global, melemahnya indeks PMI manufaktur Indonesia disebabkan oleh perlambatan dari permintaan maupun output perusahaan yang menyebabkan aktivitas pembelian menurun.
"Turunnya permintaan tersebut dipicu oleh kenaikan biaya yang terus terjadi akibat inflasi," tulis S & P Global.
Selain itu, kenaikan harga menyebabkan perusahaan manufaktur Indonesia mengurangi kepemilikan inventaris praproduksi yang terus turun di tengah perlambatan permintaan serta pertumbuhan output yang lemah.
Melambatnya pertumbuhan produksi dan turunnya permintaan membuat penumpukan pekerjan mulai kembali terjadi, meski hanya dalam jumlah yang dilaporkan tidak signifikan.
Permasalahan pasokan juga berkontribusi terhadap akumulasi bisnis yang belum terselesaikan. Lebih lanjut, tingkat ketenagakerjaan terus naik, meski di kisaran marginal.
Lebih lanjut, perusahaan manufaktur dilaporkan memperluas kapasitas tenaga kerja mereka untuk menyesuaikan pertumbuhan produksi.
Secara keseluruhan, sektor manufaktur diproyeksi bertahan positif pada tahun mendatang. Namun, kepercayaan bisnis menurun karena kekhawatiran tentang perkiraan ekonomi.