Bisnis.com, JAKARTA - Perencanaan impor beras untuk meningkatkan cadangan beras Perum Bulog dinilai perlu dihitung secara cermat, baik dari sisi jumlah maupun waktu.
Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengatakan bahwa dalam teori stabilisasi harga dan pasokan, apabila pengadaan dalam negeri tidak memungkinkan, maka impor diperbolehkan. Hanya saja, perlu diperhitungkan dengan cermat, apakah jumlahnya harus 500.000 ton seperti yang direncanakan Bulog.
Bulog juga perlu memastikan kapan datangnya beras impor tersebut agar tak memberikan dampak negatif terhadap petani.
“Kita harus bisa memastikan beras itu kapan datang kira-kira. Kalau kita tidak bisa memastikan itu dan impor itu datang pada saat panen raya, akhir Februari atau awal Maret bakal menimbulkan mudharat,” ujar Khudori dalam webinar 'Polemik Menimbang Impor Beras di Tengah Klaim Surplus', Selasa (29/11/2022).
Di sisi lain, menurutnya, terdapat isu krusial terkait alat angkut impor, yakni kapal dan kontainer yang hari-hari ini relatif lebih sulit dibanding sebelumnya. “Itu 500.000 ton tidak kecil dan itu berapa kali trafiknya,” imbuhnya.
Selain itu, Khudori juga menuturkan, apabila negara pengekspor beras seperti India juga sedang mengalami krisis panen. Bahkan, pada 2022 produksi beras India susut sampai 7,28-10 juta ton (5-7-5 persen). Padahal, India adalah negara yang menguasai 50 persen pasar beras dunia.
Baca Juga
“Kalau India tidak melakukan ekspor, beras di pasar dunia tipis. Yang bisa menggantikan India, adalah Vietnam atau Thailand, tapi mereka juga mengalami persoalan, ada problem cuaca,” ucap dia.
Lebih lanjut, penulis buku Ironi Negeri Beras itu juga berharap ke depannya polemik impor beras ini tidak terjadi lagi. Dia mengusulkan agar pemerintah membuat regulasi yang memudahkan Bulog, salah satunya menjaga keseimbangan antara penyerapan dan penyaluran. Menurutnya, masalah utama Bulog saat ini adalah sulit menyalurkan beras saat program Raskin/Rastra dihilangkan dan diganti degan Bantuan Non Tunai Pemerintah.
“Di hulu Bulog wajib melakukan pengadaan, tapi di hilir tidak disediakan outlet dan jumlahnya besar, sementara kita tahu kebijakan tata kelola cadangan beras pemerintah sepanjang puluhan tahun yang ada, itu kunci suksesnya adalah harus ada kepastian outlet di hilir,” jelas Khudori.
Sebelumnya, Bulog berencana merealisasikan impor beras mulai awal Desember ini secara bertahap. Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan, impor beras tersebut telah mendapat izin.
“Kementerian Perdagangan sudah memberikan izin impor beras kepada Bulog,” ujar Budi Waseso, Kamis (24/11/2022).
Kendati izin impor sudah dipegang, Buwas, julukan akrab Budi Waseso, mengatakan bahwa tidak serta-merta Bulog bisa langsung mengimpor. Ada berbagai jalur birokrasi yang harus dilewati terlebih dulu. Selain itu, Buwas masih menunggu dulu, apakah akhirnya pasokan beras dalam negeri tersedia dan bisa diserap karena memang harus mengutamakan pasokan dari dalam negeri.
Rencananya, Bulog akan mengimpor beras total sebanyak 500.000 ton, sesuai dengan komitmen yang dipegangnya bersama eksportir beras di luar negeri, yakni dari Myanmar, Thailand, dan Vietnam.
“Impor tersebut lantaran Bulog tidak mendapatkan pasokan beras sebagaimana yang ditargetkan Bulog. Yakni, sebanyak 600.000 ton, supaya total stok menjadi sekitar 1,2 juta ton,” jelas Buwas.