Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia National Shipowner's Association (INSA) memilih menunda untuk membeli kapal-kapal baru dalam menghadapi resesi global pada tahun depan.
Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto mengatakan dari sisi kapasitas ruang muat dalam kapal pada tahun depan (tonase) tak akan mengalami penambahan yang terlalu signifikan. Kondisi tersebut masih mencerminkan sentimen permintaan rendah imbas Covid-19, serta perubahan persyaratan teknologi dan tingginya harga pembangunan kapal baru.
Carmelita menyebut kalaupun kapal tertahan untuk di-scrap karena tingkat pasar freight yang melonjak, penambahan tonase tidak berubah sinifikan. Tak hanya itu, pelaku senagian besar tidak akan menambah kapal baru, dengan kondisi dan harga kapal saat ini.
"Mungkin ada juga yang masih beli kapal, iru terutama bagi pelaku yang masih bisa dipenuhi dari yang sudah memiliki kontrak-kontrak jangka panjang," ujarnya, Kamis (24/11/2022).
Memei, sapaan akrabnya, juga menyebut hingga saat ini kontrak pelaku pelayaran dengan perusahaan migas dan batu bara belum dilakukan penyesuaian kembali di tengah melabungnya harga komiditas energi.
Sebelumnya, saat terjadi penurunan harga minyak mentah dan batu bara beberapa waktu lalu, yang mana perusahaan minyak, gas dan batu bara secara serta merta melakukan penyesuaian harga freight agar lebih kompetitif menyesuaikan kondisi yang terjadi. Hal ini, lanjut dia, mau tidak mau perusahaan pelayaran harus menyesuaikan harga freight daripada perusahaan pengguna jasa melakukan early termination contract secara sepihak.
Baca Juga
Dengan perusahaan pelayaran melakukan penyesuaian harga tersebut, revenue pelayaran nasional mengalami penurunan, sedangkan di sisi lain biaya operasional kapal meningkat, sehingga banyak perusahaan pelayaran mengalami kesulitan cashflow.
Oleh karena itu, dia juga meminta agar kontrak penyesuaain freight kembali dilakukan seiring dengan tingginya harga minyak mentah dan batu bara di pasar Internasional telah berdampak pada harga BBM dalam negeri, termasuk untuk kapal laut. Sebab hal ini telah mengakibatkan meningkatnya biaya operasional pelayaran niaga, karena biaya BBM merupakan komponen biaya yang paling besar dalam struktur operasional kapal.
Meski harga BBM kapal sudah naik, harga freight untuk angkutan laut pada sektor energi di dalam negeri belum mengalami penyesuaian tarif. Malahan, kata dia, harga freight untuk angkutan laut luar negeri yang sudah lebih dulu terjadi penyesuaian dengan market freight internasional.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum II DPP INSA Darmadi Go menambahkan, kondisi ini berdampak pada perusahaan pelayaran yang harus mengajukan permohonan untuk melakukan restructure loan dengan pihak bank, karena penurunan revenue berdampak pada kemampuan cashflow operasional perusahaan untuk membayar kewajiban kepada bank, ditambah lagi dengan term pembayaran yang tertunda.
“Seiring naiknya harga minyak, gas dan batubara idealnya harga freight angkutan laut disesuaikan dan atau paling tidak penyesuaian harga freightnya dikembalikan kepada kontrak awalnya yang mana telah ditetapkan melalui proses tender secara terbuka,” katanya.
Menurut dia, meski harga minyak dan batu bara terus mengalami kenaikan, namun pelayaran nasional tidak ikut menikmati. Harga freight pelayaran tidak mengalami perubahan yang signifikan, karena tidak ada penyesuaian tarif angkutan dari SKK Migas maupun dari perusahaan penambang minyak dan batu bara selaku mitra kerja pelayaran nasional.
“Seyogyanya kita saling terbuka dan menghargai isi kontrak dengan prinsip kesetaraan terutama dalam melakukan penyesuaian harga freight pada angkutan minyak, gas dan batubara,” tutur Darmansyah.