Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia National Shipowners' Association (INSA) meyakini kinerja angkutan peti kemas domestik tetap kuat kendati dibayangi awan gelap resesi global pada tahun depan.
Ketua Umum INSA Carmelita Hartoto tak menampik bahwa isu resesi global menjadi salah satu awan gelap yang perlu diwaspadai industri pelayaran. Namun, setelah berhasil menghadapi pandemi, Indonesia dinilai juga bakal bisa mengatasi resesi global. Kuncinya adalah produksi dan konsumsi dalam negeri.
"Maka dari itu, proyeksi kami pun untuk angkutan peti kemas dalam negeri akan sama dengan yang lalu dan tidak akan terpengaruh dengan internasional," ujarnya, Senin (17/10/2022).
Sementara untuk transportasi ekspor-impor, INSA memprediksi tentunya sedikit banyak akan mempengaruhi arus barang ekspor komoditas konsumen. Pasalnya, kondisi tersebut mungkin akan menurunkan daya beli belanja negara lain terhadap produk Indonesia.
"Jadi strateginya adalah memperkuat produksi dan penyerapan belanja dalam negeri," imbuhnya.
Sementara itu, Chief Economist Samudera Indonesia Initiatives Research Denny Irawan menuturkan ekspektasi pelemahan ekonomi dunia mulai berpengaruh pada performa industri pelayaran curah basah. Harga komoditas curah basah yang mengalami penurunan secara bulanan meski masih dapat mempertahankan tren kenaikannya secara tahunan.
Baca Juga
Baltic Dirty Tanker Index berada pada level 1,46 atau turun 5,73 persen secara bulanan kendati menguat 205 persen secara tahuna. Baltic Clean Tanker Index juga mencatatkan penurunan pada September 22 kendati harga pengangkutannya menunjukkan peningkatan secara bulanan. (-4,60 persen m-o-m dan +108,0 persen y-o-y).
Dari sisi struktur biaya, harga jual kapal curah basah, World Tanker Vessel Price Index (+7,48 persen MoM dan +55,92 persen YoY), masih mencatatkan kenaikan.
Dari sisi industri, industri pelayaran kontainer menunjukkan tren negatif pada September 22 dengan penurunan yang signifikan secara bulanan maupun tahunan. Drewry World Container Freight Rate Index turun drastis sebesar 22,35 persen secara bulanan dan anjlok sebesar 60,94 persen secara tahunan.
Indeks yang menunjukkan rata-rata harga global untuk pengangkutan kontainer berukuran 40-feet dari tujuh rute utama pelayaran dunia, mengalami penurunan yang cukup signifikan secara bulanan dan tahunan.
Sejalan dengan itu, World Container Charter Rate yang menjadi indikator struktur biaya pelayaran kontainer, juga menunjukan penurunan secara bulan maupun tahunan. Masing-masing turun 16,98 persen secara bulanan dan turun 18,44 persen secara tahunan. World Container Vessel Price juga anjlok 8,40 persen secara bulanan dan turun 5,51 persen secara tahunan.
Industri pelayaran curah kering mulai menunjukkan perbaikan pada September 2022. Baltic Dry Index menguat 14,81 persen secara bulanan dan turun signifikan sebesar 62,29 persen secara tahunan. indeks yang menunjukkan rata-rata biaya pengangkutan komoditas curah kering global, mencatatkan tanda perbaikan di September 22.
Hal ini mengindikasikan bahwa pelayaran curah kering yang sempat tertekan akibat penurunan World Coal Freight Rate pada Agustus 2022 mulai pulih dari dampak perlambatan ekonomi China yang berperan sebagai negara utama sumber permintaan komoditas batubara.
Namun pemulihan ini masih parsial, terlihat dari indeks harga jual kapal pengangkutan komoditas curah kering, World Dry Bulk Vessel Price Index yang mengalami penurunan secara bulanan dan tahunan yakni sebesar 8,21 persen secara bulanan dan 4,30 persen secara tahunan.
Menurutnya, risiko inflasi dan konflik Rusia-Ukraina menjadi salah satu faktor penyebab tren negatif industri pelayaran. Inflasi yang tinggi di berbagai negara mulai melemahkan demand terhadap pengangkutan barang yang dilakukan oleh industri pelayaran. Sementara itu, konflik Rusia-Ukraina menjadi penghambat perdagangan internasional di beberapa negara dan itu juga berdampak terhadap demand dari industri pelayaran.
"Khusus pelayaran curah basah kondisinya memburuk sejalan dengan harga komoditas angkutan utamanya, yakni minyak mentah yang dalam tren penurunan harga," jelasnya.
Indonesia sendiri masih menjadi negara net importir minyak mentah sehingga pelemahan industri pelayaran curah basah ini juga memberikan dampak.