Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kalah Gugatan Nikel di WTO, Penerapan Bea Keluar Ekspor akan Dikaji?

Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi Indef Andry Satrio Nugroho mengatakan pemerintah mesti mulai mengkaji bea keluar ekspor bijih nikel
Articulated dump truck mengangkut material pada pengerukan lapisan atas di pertambangan nikel PT. Vale Indonesia di Soroako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Kamis (28/3/2019)./ANTARA-Basri Marzuki
Articulated dump truck mengangkut material pada pengerukan lapisan atas di pertambangan nikel PT. Vale Indonesia di Soroako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Kamis (28/3/2019)./ANTARA-Basri Marzuki

Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi Indef Andry Satrio Nugroho mengatakan pemerintah mesti mulai mengkaji bea keluar ekspor bijih nikel untuk mengantisipasi putusan panel Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang belakangan menilai Indonesia melanggar ketentuan perdagangan internasional terkait dengan kebijakan larangan ekspor bahan mentah tersebut.

“Kalau kalah dari gugatan dan banding tidak diterima pada akhirnya moratorium ekspor harus dicabut memang salah satu cara yang bisa dilakukan adalah mengenakan tarif ekspor,” kata Andry saat dihubungi, Selasa (22/11/2022).

Langkah itu, kata Andry, diharapkan tetap dapat menjaga momentum hilirisasi bijih nikel yang telah dimulai sejak moratorium ekspor efektif pada awal 2020 lalu. Dengan bea keluar ekspor itu, dia mengatakan, pelaku usaha bakal menerima disentif penjualan bahan mentah ke luar negeri.

“Itu salah satu cara yang bisa ditempuh kalau memang masih ingin hilirisasi nikel di dalam negeri begitu,” kata dia.

Kendati demikian, dia mengatakan, pemerintah masih memiliki ruang untuk mengajukan banding atas putusan panel pada 17 Oktober 2022 lalu itu sebelum dimasukkan ke dalam agenda dispute settlement body (DSB) pada 20 Desember 2022.

“Nanti kita bisa lihat seperti apa, apakah bisa naik banding dengan putusan dari panel WTO ini,” tuturnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, putusan panel WTO belakangan menyatakan Indonesia melanggar ketentuan perdagangan internasional terkait dengan kebijakan larangan ekspor dan hilirisasi bijih nikel dalam negeri.

Adapun, laporan final panel pada 17 Oktober 2022 lalu menyatakan Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dalam sengketa yang terdaftar pada dispute settlement (DS) 592 tersebut.

Pembelaan pemerintah Indonesia lewat ketentuan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994 berkaitan dengan keterbatasan jumlah cadangan nikel nasional juga ditolak badan pengatur perdagangan internasional tersebut.

“Pemerintah berpandangan bahwa keputusan panel belum memiliki kekuatan hukum yang tetap sehingga masih terdapat peluang banding,” kata Menteri ESDM Arifin Tasrif saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VII di DPR, Jakarta, Senin (21/11/2022).

Arifin mengatakan, kementeriannya bakal melanjutkan upaya hilirisasi lewat investasi yang lebih intensif pada pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian atau smelter bijih nikel domestik.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Pandu Gumilar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper