Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menerbitkan aturan teknis terkait penetapan dan penanggulangan situasi krisis atau darurat energi dalam negeri.
Aturan tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri ESDM No. 12/2022 tentang Peraturan Pelaksana Peraturan Presiden No. 41/2016 tentang Tata Cara Penetapan dan Penanggulangan Krisis Energi dan/atau Darurat Energi.
Disebutkan didalamnya bahwa krisis energi yang dimaksud adalah kondisi kekurangan energi, sementara darurat energi adalah kondisi terganggunya pasokan energi akibat terputusnya sarana dan prasarana energi.
Beleid yang diundangkan pada 18 Oktober 2022 itu diantaranya mengatur mengenai batas minimum cadangan operasional dan kebutuhan energi yang digunakan untuk kepentingan publik, yakni bahan bakar minyak (BBM), listrik, liquefied petroleum gas (LPG), hingga gas bumi.
Dalam Pasal 7 Permen ESDM No. 12/2022 disebutkan bahwa cadangan operasional minimum BBM ditetapkan selama 7 hari ketahanan stok pada terminal BBM dan stasiun pengisian bahan bakar pada satu wilayah distribusi niaganya.
Untuk tenaga listrik, cadangan operasional minimum daya mampu tenaga listrik adalah sebesar kapasitas satu unit pembangkit listrik terbesar yang tersambung ke sistem setempat.
Baca Juga
Kemudian, untuk cadangan operasional minimum LPG disebutkan harus mencukupi selama 3 hari ketahanan stok pada terminal LPG, stasiun pengisian bulk LPG atau stasiun pengisian dan pengangkutan bulk LPG untuk suatu wilayah distribusinya.
Adapun, kebutuhan minimum pelanggan gas bumi dipatok sebesar 70 persen dari kebutuhan normal pelanggan gas bumi pada suatu wilayah distribusi gas bumi.
Krisis energi ditetapkan apabila pemenuhan terhadap cadangan operasional dan kebutuhan minimum tersebut di atas tidak terpenuhi dan tidak tertanggulangi oleh badan usaha.
Lebih terperinci, disebutkan di dalam Permen bahwa krisis BBM berdasarkan kondisi teknis operasional ditetapkan apabila pemenuhan cadangan operasional minimum BBM diperkirakan tidak terpenuhi dan tidak tertanggulangi oleh badan usaha selama lebih dari 30 hari ke depan.
Krisis tenaga listrik berdasarkan kondisi teknis operasional ditetapkan bila terjadi pemadaman dalam 3 hari berturut-turut akibat pengurangan beban (load curtailment) yang diperkirakan akan terus berlanjut lebih dari 30 hari; dan tidak terpenuhi cadangan operasional minimum dan diperkirakan tidak tertanggulangi oleh badan usaha selama 1 tahun ke depan untuk memenuhi kebutuhan pasokan pada suatu sistem setempat.
Lalu, krisis gas bumi berdasarkan kondisi teknis operasional ditetapkan apabila pemenuhan kebutuhan minimum pelanggan gas bumi diperkirakan tidak terpenuhi dan tidak tertanggulangi oleh badan usaha selama lebih dari 6 bulan ke depan.
Sementara itu, darurat energi ditetapkan dengan mempertimbangkan tingkat kesulitan dan lamanya waktu penanganan dalam hal terjadi keadaan kahar (force majeure), gangguan keamanan, dan/atau kecelakaan teknis pada sarana energi dan prasarana energi.
Darurat energi ditetapkan apabila gangguan pada sarana energi dan/atau prasarana energi diperkirakan tidak dapat dipulihkan oleh badan usaha selama lebih dari 3 bulan ke depan.
Tak hanya akibat kondisi teknis operasional, penetapan krisis energi dan/atau darurat energi juga mempertimbangkan kondisi nasional, yakni bila mengakibatkan terterganggunya fungsi pemerintahan, kehidupan sosial masyarakat, dan/atau terganggunya kegiatan perekonomian.